My Profile

Foto saya
Jakarta Pusat, DKI JAKARTA, Indonesia

Minggu, 29 November 2009

Kasus Century

Saat ini kasus Bank Century merupakan kasus yang paling hangat dan paling sering dibicarakan,baik di masyarakat, media massa, dan kalangan pemerintahan. Bank Century bergulir bak bola salju, kian ke mari kian membesar. Kasus penyuntikan dana oleh pemerintah ke bank milik Robert Tantular itu juga seperti membuka kotak pandora. Satu per satu spekulasi, dugaan, dan temuan terus bermunculan.

Yang paling mutakhir adalah temuan polisi yang menyebutkan bahwa Bank Century sudah merugi Rp9,15 triliun hingga 20 November 2008. Itu berarti sehari sebelum keputusan penyelamatan oleh pemerintah diambil.

Kerugian itu muncul, menurut polisi, karena pemilik dan pengelola bank menggunakan uang nasabah untuk transaksi yang amat berisiko, di antaranya bermain valas. Dengan demikian, otoritas di pemerintahan dan pengawas bank seharusnya sudah tahu bahwa bank yang mereka awasi tidak menjalankan manajemen risiko secara baik.

Tapi, mengapa Bank Century tetap diselamatkan? Mengapa bank yang sudah dirampok pemiliknya sendiri tetap diinjeksi dana secara besar-besaran hingga mencapai Rp6,7 triliun? Bukankah kesepakatan awal dana talangan hanya Rp1,3 triliun?

Deretan pertanyaan makin bertambah ketika kita mendapati fakta masih banyak nasabah kecil yang belum menerima uang mereka. Lalu, ke mana larinya uang Rp6,7 triliun itu? Spekulasi pun berkembang bahwa suntikan dana itu hanya mengalir deras ke kantong deposan kakap. Di antara mereka bahkan disebut-sebut ada yang memiliki deposito di Bank Century hingga Rp2 triliun.

Kejanggalan itupun membuat KPK meminta BPK melakukan audit investigastif. Alhasil BPK menemukan adanya du­gaan pembengkakan pengu­curan dana. (baca : Ditemukan Pem­bengkakan Dana Bank Century 10 Kali Lipat). Sekjen Jaringan Aktifis Pro Demokrasi (Prodem), An­dri­anto melihat kasus Bank Cen­tury merupakan kasus kriminal. Jadi siapapun yang terlibat harus diperiksa termasuk pe­jabat BI yang selama ini ber­peran dalam kasus ini.

“KPK harus ambil alih, ja­ngan ragu memeriksa pejabat BI jika memang sudah ada hasil audit dari BPK yang me­nun­jukkan ada keanehan. Jangan diumpetin, ini uang negara,” tegasnya.

Andrianto mengatakan, pe­jabat BI yang paling bersalah adalah Gubernur BI yang ten­tunya menyetujui proses ini. Ma­kanya dia juga mendesak DPR secepatnya membentuk panitia khusus (Pansus) me­nyelidiki kasus ini.

Menurutnya, kasus Bank Century telah menjadi pemicu utama perseteruan antara KPK dan Polri. Sebab itu kasus ini harus segera dibereskan. Siapa yang bersalah harus mem­per­tanggungjawabkan kesa­la­han­nya, jangan tebang pilh dan jangan ada motif politik di­dalamnya.

Sementara pengamat eko­nomi, Ichsanuddin Noorsy mengatakan, untuk memeriksa pejabat Bank Indonesia terkait bailout Bank Century harus menunggu hasil BPK yang saat ini sedang berlangsung.

Selain itu Noorsy me­nya­takan dibutuhkan ketegasan sikap DPR untuk terus men­dorong kasus ini agar bisa maju ke proses selanjutnya. Kalau seperti sekarang tidak bisa diharapkan lagi.

Yang penting untuk dike­tahui masyarakat, lanjutnya, prosedur pemberian fasilitas kredit yang berjangka pendek dan darurat yang dilakukan pejabat BI terhadap Bank Cen­tury. Itu juga patut diper­tanyakan karena tidak trans­paran dan tidak se­suai dengan aturan yang ada.

Noorsy mengatakan, sejak awal ada kejanggalan, pada Sep­tember 2008 BI menilai Bank Century tidak akan ber­dampak sistemik terhadap per­ekonomian Indonesia. Tetapi sikap itu berubah pada No­vember yang mengatakan Bank Century bisa berdampak sistemik.

“Ini sangat mengherankan, dalam satu keputusan terhadap dua kebijakan yang berbeda dan bertentangan antara satu dengan yang lain,” katanya.

Masyarakat khususnya para nasabah Century berharap pemerintah secepatnya menyelesaikan kasus ini dengan arif, bijaksana dan tegas. Menghukum semua yang terlibat tanpa pandang bulu.

Dan tampaknya harapan dan tuntutan masyarakat tersebut sudah didengar oleh para anggota DPR yang akan membentuk pansus(panitia khusus) yang akan menangani dan menyelidik apa yang sebenarnya terjadi dan kemanakah uang para nasabah dan negara yang berjumlah teriliunan rupiah itu raib.

Permasalahan Kejaksaan Agung

Kejaksaan Agung adalah lembaga yang memutuskan dan menguasai seluruh proses pengadilan di Indonesia. Tapi nama baik Kejaksaan Agung sudah sangat tercemar di mata masyarakat saat ini. Masalah dimulai saat kasus skandal BLBI yang melibatkan nama-nama pejabat penting di kejaksaan agung seperti jaksa Urip Tri Gunawan, mantan Jampidsus Kemas Yahya Rahman dan mantan Dirdik dalam kasus Urip, M Salim terbongkar.

Terjadi berbagai konflik dan pertanyaan di dalam Kejagung apakah benar anggota-anggotanya terlibat dalam kasus pidana yang sangat memalukan tersebut. Setelah dilakukan penyidikan yang cukup lama, Urip dinyatakan terbukti menerima uang terkait dengan jabatannya sebagai anggota tim jaksa penyelidik perkara BLBI. Dia dinilai menerima uang dari Artalyta Suryani USD 660.000 dan dari Glenn Muhammad Surya Jusuf melalui pengacaranya, Reno Iskandarsyah, Rp 1 miliar. Urip divonis 20 tahun penjara. Juga denda Rp 500 juta

Vonis yang dijatuhkan, pada satu sisi, sangat melegakan dan memberi angin segar bagi upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Pada sisi lain, vonis yang dijatuhkan hakim Pengadilan Tipikor itu patut mendapat apresiasi. Vonis 20 tahun penjara yang dijatuhkan hakim lebih tinggi daripada tuntutan jaksa yang hanya 15 tahun penjara. Selain itu, vonis 20 tahun penjara merupakan pemecahan rekor sebagai vonis tertinggi di Pengadilan Tipikor. Sebelumnya, vonis tertinggi yang dijatuhkan Pengadilan Tipikor adalah 10 tahun penjara dalam kasus pengadaan helikopter dengan terdakwa Abdullah Puteh (gubernur nonaktif NAD).

Namun, secara keseluruhan, vonis yang dijatuhkan Pengadilan Tipikor itu cukup memberikan efek jera dan rata-rata lebih tinggi daripada vonis perkara korupsi yang dijatuhkan pengadilan umum.

Demokrasi

Permasalahan demokrasi di Indonesia tidak pernah selesai dari jaman orde baru hingga jaman yang disebut jaman reformasi sekarang ini. Aspirasi masyarakat yang disampaikan ke para anggota dewan yang duduk di gedung DPR&MPR seringkali mampet dan tidak didengar. Bagaimana tidak? Indonesia sejak dulu memiliki lansekap politik yang tidak utuh, dengan banyak partai kecil yang berkompetisi memperebutkan kekuasaan dan keuntungan.

Kecenderungan ini bertambah parah pada pemilihan tahun 2004 dan berlanjut

dengan kekacauan politik dan perpecahan parlemen yang lebih dari sebelumnya.

Terdapat 5 partai utama dalam DPR sebelumnya (1999-2004). DPR pada

saat itu didominasi oleh PDIP, yang anggotanya menduduki 1/3 kursi anggota di

DPR. Golkar memegang sekitar ¼ kursi, dan kedua partai terbesar ini merupakan

mayoritas kursi terpilih (59%). Tiga partai menengah (PPP,PKB dan PAN) bersama-sama

mendapat hampir 1/3 kursi di DPR dan sisa kursi dipegang oleh 15 partai

kecil.

Sejak pemilihan tahun 2004, sekarang terdapat 7 partai terbesar, Golkar,

PDIP, PKB, PPP, Partai Demokrat, PKS dan PAN. PDIP dan Golkar kehilangan

kehebatan mereka dengan hanya menduduki 43% kursi DPR. Dengan kenaikan dua

partai baru, Partai Demokrat dan PKS, hampir setengah dari kursi-kursi di DPR

(48,1%) diduduki secara merata oleh lima partai lainnya, dan sembilan partai kecil

menduduki sisanya (9%). Dengan demikian DPR sekarang memiliki dua partai yang

terbesar dengan masing-masing 20% kursi, lima partai lain dengan masing-masing

10% kursi, dan 10% kursi lainnya diduduki oleh sembilan partai kecil. Baik kedua

partai terbesar bersama-sama ataupun koalisi yang mungkin dibentuk oleh partaipartai

lainnya tidak dapat menahan mayoritas.

Segera setelah persidangan DPR yang baru pada bulan Oktober 2004, dua

koalisi partai terbentuk, Koalisi Kebangsaan ( Golkar dan PDIP) dan Koalisi Rakyat

(PPP, Partai Demokrat, PKS dan PAN), dengan PKB mengambil posisi yang bersifat

ambigu. Koalisi-koalisi yang dilakukan untuk mendapat kemudahan ini,

bagaimanapun, tidak berkembang menjadi koalisi kerja yang berkelanjutan dan dibubarkan ketika tujuan awal mereka untuk memenangkan kontrol Komisi DPR

telah tercapai. Penolakan publik di antara kedua koalisi atas distribusi juru bicara

Komisi, menyebabkan terhentinya kerja DPR selama beberapa

bulan, dan menyebabkan timbulnya ancaman untuk memboikot rapat paripurna dan

untuk membentuk komisi tandingan.

Perselisihan yang kurang pantas dan mengakibatkan kerusakan ini

merupakan indikasi awal yang membuat DPR baru kesulitan untuk menetapkan pola

voting. Ketika pimpinan Golkar dijabat oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla pada tahun

2005, keberadaan koalisi-koalisi ini akhirnya dihapuskan, dengan Golkar dan Partai

Presiden, Susilo Bambang Yudhoyono, bergabung dalam sebuah kesepakatan kerja

yang mengecewakan mayoritas DPR.

Selasa, 24 November 2009

Daur Nitrogen

Nitrogen merupakan unsur terpenting dari protoplasma sel makhluk hidup. Daurnya lebih lebih kompleks dari siklus karbon untuk dapat digunakan oleh makhluk hidup. Nitrogen dari udara harus diikat atau difiksasi menjadi senyawa amoniak atau nitrat. Proses perubahan menjadi nitrat disebut nitrifikasi. Proses fiksasi atau pengikatan nitrogen dari udara dilakukan oleh bakteri Nitrogen yang hidup bebas dalam tanah, yaitu Azotobacter, Clostridium, Rhodospirilum, dll. Fiksasi Nitrogen dari udara dapat pula dilakukan oleh ganggang (marga Anabaena dan Nostoc). Nitrogen di udara dapat pula terikat secara fisik menjadi senyawa nitrogen yang diperlukan tumbuhan melalui proses terjadinya halilintar dan sinar kosmis, tetapi bakteri tanah merupakan penghasil terbesar Nitrogen untuk tumbuhan. Nitrogen dapat dihasilkan di atmosfer dan industri fiksasi (misalnya pupuk). Amonia dan nitrat diserap oleh tumbuhan untuk pembentukan protein dan asam amino yang merupakan bagian dari protoplasma tumbuhan. Asam amino dapat mengalami 3 kemungkinan :

1.tetap tersimpan dalam sel tumbuhan dalam bentuk protein dan asam nukleat

2.dimakan oleh herbivor

3.dirombak menjadi NH lagi oleh dekomposer

Perombakan protoplasma menjadi amoniak terjadi dengan bantuan bakteri tertentu, seperti Pseudomonas. Dalam kondisi normal NH dengan cepat diubah oleh bakteri Nitrosomonas dan Nitrsococcus kemudian nitrit menjadi nitrat oleh Nitrobacter dan nitrat diserap oleh tumbuhan menjadi asam amino dan protein. Nitrogen organik dapat dilepas lagi ke udara menjadi gas karena bantuan bakteri-bakteri seperti Pseudomonas denitrifikans. Daur Nitrogen melibatkan tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme. Bila 10% saja dari bakteri tanah tidak ada, dapat berakibat fatal terhadap kehidupan, misalnya jika tidak ada dekomposer sampah jadi tidak terurai.

TEORI INSTITUSIONALISME

LATAR BELAKANG

Di Amerika Serikat muncul reaksi terhadap pola dasar pemikiran ekonomi klasik dan neo klasik. Dalam hal ini pakar AS yang paling menonjol adalah Thorstein Veblen . Ve blen memiliki jalan pikirannya sendiri yang berbeda dengan ekonom pada zamannya

PENGERTIAN INSTITUSIONALISME

Bahwa perilaku manusia di bidang ekonomi dipengaruhi oleh iklim keadaan sekitar dalam zaman tertentu . Iklim keadaan itulah yang mempengaruhi kompleks citarasa dan pikiran , naluri dan nalar, persepsi dan perspektif permasalahan ekonomi.

POLA PIKIR

* Veblen menolak garis pemikiran kalsik dan neo klasik . Veblen membantah teori klasik yang berpandangan bahwa kaehidupan manusia lebih diatur oleh hukum alam, dan teori neoklasik yang menyatakan bahwa manusia dalam kegiatan ekonominya terdorong oleh hasrat untuk mengejar faedah secara maksimal. Hal ini menurut Veblen manusia direndahkan menjadi manusia ekonomi belaka(homo economicus) yang terdorong motivasi hidup yang dikenal dengan hedonisme.

* Veblen beranggapan bahwa perilaku manusia di bidang ekonomi dipengaruhi oleh iklim keadaan sekitar dalam zaman tertentu . Iklim keadaan itulah yang mempengaruhi kompleks citarasa dan pikiran , naluri dan nalar, persepsi dan perspektif permasalhan ekonomi.

TOKOH

THORSTEIN VEBLEN (1875-1929)

The Theory of Leisure Class

Fenomena yang diamati oleh Veblen adalah kaum entrepreneur kapitalis yang dijuluki sebagai railroad barons yang memiliki kepentingan dalam industri baja dan pertambangan batu bara . pengelolaan dan usaha di serahkan kepada tenaga ahli professional . Fenomena ini disebut Veblen sebagai absentee ownership . Bersumber dari absentee ownership tumbuh masyarakat yang disebut leisure class