My Profile

Foto saya
Jakarta Pusat, DKI JAKARTA, Indonesia

Senin, 20 Desember 2010

Kalimat-kalimat Hiponim, Homonim, Sinonim, Antonim, & Polisemi

Polisemi adalah Satu kata yang mempunyai makna lebih dari satu.
Contoh :
a. Saya masih punya hubungan darah dengan keluarga Bu Rani.
b. Tubuhnya berlumuran darah setelah kepalanya terbentur tiang listrik.
c. Aku harus mengerjakan pekerjaan rumah yang ditugaskan oleh dosen - dosenku, tentu saja diselingi dengan pekerjaan membantu ibu di dapur sebagai tanda cintaku padanya.

Homonim adalah Dua kata yang bentuk penulisan dan pengucapanya sama tetapi
artinyaberbeda.
Contoh:
a. Saya sudah bisa menyetir mobil. (bisa berarti dapat dan bermakna denotasi)
b. Tetanggaku terkena bisa ular yang mematikan.(artinya racun makna denotasi)

Sinonim adalah suatu kata yang memiliki bentuk yang berbeda namun memiliki arti atau pengertian yang sama atau mirip. Sinomin bisa disebut juga dengan persamaan kata atau padanan kata.
Contoh:
Aku masih beruntung karena perusahaan pakaian milik perancang busana wanita terkenal, tempat ibuku bekerja, berbaik hati mau melunasi semua tunggakan kuliahku.

Antonim adalah suatu kata yang artinya berlawanan satu sama lain. Antonim disebut juga dengan lawan kata. Contoh:
Contoh:
• keras x lembek
• naik x turun
• kaya x miskin
• surga x neraka
• laki-laki x perempuan
• atas x bawah

Hipernim adalah kata-kata yang mewakili banyak kata lain. Kata hipernim dapat menjadi kata umum dari penyebutan kata-kata lainnya. Sedangkan hiponim adalah kata-kata yang terwakili artinya oleh kata hipernim. Umumnya kata-kata hipernim adalah suatu kategori dan hiponim merupakan anggota dari kata hipernim. Contoh :
• Hipernim : Hantu. Hiponim : Pocong, kantong wewe, sundel bolong, kuntilanak, pastur buntung, tuyul, genderuwo, suster ngesot, dan lain-lain.
• Hipernim : Ikan. Hiponim : Lumba-lumba, tenggiri, hiu, betok, mujaer, sepat, cere, gapih singapur, teri, sarden, pari, mas, nila, dan sebagainya.
• Hipernim : Odol. Hiponim : Pepsodent, ciptadent, siwak f, kodomo, smile up, close up, maxam, formula, sensodyne, dll.
• Hipernim : Kue. Hiponim : Bolu, apem, nastar nenas, biskuit, bika ambon, serabi, tete, cucur, lapis, bolu kukus, bronis, sus, dsb.

Kalimat Berhiponim: Selama ini saja untuk mencari uang, mama terkadang menjual perabotan rumah tangga miliknya, seperti piring, cangkir bahkan kasur sekalipun.

SUMBER:
http://community.gunadarma.ac.id/blog/view/id_13402/title_contoh-kalimat-sinonim-antonim-polisemi-hipon/
http://ivanlanin.posterous.com/sinonim-antonim-homonim-homofo

Contoh Surat Undangan Seminar

UNDANGAN RAPAT SEMINAR NASIONAL
Depok, 1 April 2010
No : 22/FTDAR/IX/2010
Perihal : Undangan Rapat
Lamp : -
Dengan hormat,
Sehubungan dengan akan diadakannya acara seminar nasional yang akan dilaksanakan di Universitas Gunadarma dengan tema “PEREKONOMIAN INDONESIA”.
Maka dengan ini, kami mengundang seluruh dosen S1 FE - Akuntansi guna mengikuti rapat untuk membahas mengenai acara seminar nasional dengan tema sebagaimana tersebut pada pokok surat undangan yang rencananya akan diselenggarakan pada :
Hari / Tanggal : Rabu, 28 April 2010
Tempat : Auditorium UG gedung 4 lt. 6 Depok
Waktu : 09.00 WIB
Demikian sekiranya pemberitahuan dari kami. Atas perhatian serta kehadiran Bapak dan Ibu pada acara tersebut, kami ucapkan terima kasih.
Hormat kami,
Ketua Panitia,

(M. Ardanawan Taufik)

Tarjih & Takhyir

Tarjih, maksudnya adalah apabila diantara dua dalil yang diduga berbenturan tidak diketahui mana yang belakangan turun atau berlakunya, sehingga tidak dapat diselesaikan dengan nasakh, namun ditemukan banyak petunjuk yang menyatakan bahwa salah satu diantaranya lebih kuat dari pada yang lain, maka diamalkanlah dalil yang disertai petunjuk yang menguatkan itu, dan dalil yang lain ditinggalkan.
Contoh: Seperti mendahulukan khabar dari Aisyah ra. tentang wajibnya mandi bila terjadi persetubuhan dari pada khabar Abu Hurairah yang mewajibkan mandi hanya apabila keluar mani.
Takhyir, maksudnya bila dua dalil yang berbenturan tidak dapat ditempuh secara nasakh dan tarjih, namun kedua dalil itu masih mungkin untuk diamalkan, maka penyelesaiannya ditempuh dengan cara memilih salah satu diantara dua dalil itu untuk diamalkan, sedangkan yang lain tidak diamalkan.

TAKHSIS

Takhsis, yaitu jika dua dalil yang secara zhahir berbenturan dan tidak mungkin dilakukan usaha kompromi, namun satu diantara dalil tersebut bersifat umum dan yang lain bersifat khusus, maka dalil yang khusus itulah yang diamalkan untuk mengatur hal yang khusus. Sedangkan dalil yang umum diamalkan menurut keumumannya sesudah dikurangi dengan ketentuan yang khusus.
Contoh firman Allah QS. Al-Baqarah:228 yang berbunyi:
“Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menungu) tagi kali sesuci.” (QS. Al-Baqarah:228)
Dan pada ayat lain sebagai berikut:
“Perempuan-perempuan hamil (yang dicerai suami) waktu iddah mereka adalah sampai melahirkan kandungannya.” (QS. At-Talaq:4)
Perbenturan secara dzhahir kedua ayat di atas bahwa iddah istri yang ditalak suami adalah tiga kali sesuci, sedangkan istri yang dicerai suami dalam keadaan mengandung, maka iddahnya adalah sampai melahirkan anaknya.
Usaha penyelesaian malalui takhsis dalam dua dalil di atas yaitu memberlakukan batas melahirkan anak, khusus bagi istri yang dicerai suaminya dalam keadaan hamil. Dengan usaha takhsis ini ketentuan bagi istri yang hamil dikeluarkan dari keumumannya.

Sudan

Pada masa sebelum diberlakukannya syariah Islam pada sistem perbankan di Sudan, Bank Sentral Sudan (BOS) sangat tergantung pada instrumen-instrumen langsung seperti tingkat suku bunga, plafon kredit (credit ceiling), ketentuan rasio likuiditas (statuory liquidity ratio), dan tingkat diskonto. Pada awalnya instrumen-instrumen tersebut sangat efektif karena perekonomian Sudan yang mempunyai karakteristik yaitu sistem financial yang non-kompetitif, pasar model primer dan sekunder yang belum berkembang, serta kelangkaan modal. Namun karena instrumen-instrumen langsung tersebut mengakibatkan distorsi dari alokasi sumber daya bank, interferensi terhadap mekanisme harga, pembatasan kredit, serta misalokasi dan distorsi dari kompetisi akibat penerapan batasan-batasan pada manajemen aset bank. Pada akhirnya, BOS lebih memilih untuk memakai instrumen-instrumen tidak lansung seperti RR dan OMO.
Pada tahun 1984, setelah diperkenalkannya syariah Islam di Sudan, BOS mengeluarkan arahan dan perintah kepada seluruh bank yang beroperasi di Sudan agar menjalankan prinsip-prinsip perbankan yang sesuai dengan syariah Islam dalam aktivitas kesehariannya. Akibatnya, BOS dihadapkan pada permasalahan substitusi instrument moneter konvensioal dengan instrumen moneter yang sesuai dengan syariah Islam untuk dapat mempertahankan perannya sebagai pengawas dan pemberi arahan bagi bank-bank, melakukan ekspansi atau kontraksi penawaran uang atau kredit, dan mengimplementasikan kebijakan moneter, serta sekaligus menjaga kepentingan publik.
Berikut adalah instrumen-instrumen moneter yang digunakan oleh BOS dalam operasionalnya:
a) Reserve Requirement, setiap bank harus menyadangkan pada simpanan di BOS sedikitnya 20% (10% untuk simpanan dalam mata uang asing) dari toatal dana simpanan masyarakat (dengan pengecualian simpanan invetasi) yang direfleksikan pada neraca akhir bulan bank tersebut.
b) Bank-bank komersial harus mencapai dan memelihara rasio likuiditas sebesar 10% dari dana giro dan tabungan dalam bentuk mata uang lokal.
c) Plafon kredit untuk sektor-sektor prioritas tertentu seperti:
1) pertanian,
2) ekspor,
3) perindustrian,
4) pertambangan dan energi,
5) transportasi dan pergudangan
6) professional, pengrajin, dan bisnis keluarga ukuran kecil,
7) perumahan rakyat
8) investasi pada pasar saham resmi Khartoum.
di mana minimum 90% dari dana kredit bank harus dialokasikan pada sector prioritas tersebut dan sisanya dialokasikan pada sector non-prioritas, termasuk perdagangan domestic dan jasa yang tidak berhubungan dengan sector prioritas,
d) Marjin keuntungan minimum untuk perjanjian Murabahah (berkisar antara 10%-50% tergantung pada sector dan mata uang yang digunakan),
e) Penyertaan minimum nasabah untuk perjanjian Musyarakah sebagai alat untuk mengatur jumlah ketersediaan sumber daya untuk kredit (sampai dengan 1998),
f) Jendela pembiayaan sebagai fasilitas siaga yang dapat digunakan oleh bank-bank jika mereka memintanya baik untuk keperluan karena kekurangan likuiditas maupun pembiayaan investasi,
g) Aturan-aturan kualitatif dan kuantitatif seperti:
1) Ketentuan minimum 50% dari total kredit yang diberikan harus untuk daerah rural,
2) Kelompok bank-bank dapat membentuk portofolio kredit sector prioritas hanya jika mereka memberitahukan BOS sebelumnya,
3) Kredit tidak akan diberikan kepada orang/institusi yang gagal memenuhi kewajibannya pada sistem perbankan kecuali jika disetujui sebelumnya oleh BOS,
4) Presentase tertentu akan diambil dari pendapatan bank yang gagal dalam menyelesaikan keterlambatan pembayaran kredit nasabahnya di mana jumlah nominalnya akan ditambahkan pada bad debt provision,
5) Seluruh kredit harus dipastikan (melalui bagian legal) mematuhi ketentuan syariah,
h) Foreign Exchange Operation sebagai alat BOS untuk menjaga stabilitas nilai tukar uang (bukan untuk fungsi control likuiditas),
i) OMO dengan menggunakan instrument:
1) Central Bank Musharaka Certificate (CMC) di mana fungsi dari sekuritas Bank Sentral konvensional sebagai pengendali likuiditas uang terpenuhi dengan keberadaan sekuritas yang berdasarkan sistem bagi hasil (yang sesuai syariah Islam) ini.
CMC mempunyai karakteristik sebagai berikut:
i. tidak mempunyai tanggal jatuh tempo,
ii. berbasiskan ekuitas (equity-based) dalam jumlah tertentu dari investasi BOS dan pemerintah di bank-bank komersial,
iii. mempunyai nilai nominal uniform yang sebanding dengan nilai akunting dari total jumlah investasi dibagi jumlah CMC yang diterbitkan,
iv. dapat diperdagangkan oleh pemilik di pasar sekunder melalui prosedur administrasi standar, sedangkan pada pasar primer penjualan adalah melalui pelelangan,
2) Government Musharaka Certificate (GMC) yaitu instrument yang memungkinkan pemerintah untuk melakukan pengumpulan dana melalui penerbitan sekuritas yang menjanjikan pada investor suatu pengembalian yang dinegosiasikan sebelumnya atas dasar investasi mereka pada kumpulan asset pemerintah yang berbentuk kepemilikan pada perusahaan-perusahaan public atau patungan yag menguntungkan dalam operasinya.
Secara garis besar, kegunaan GMC ini adalah sebagai berikut:
i. Pembiayaan anggaran,
ii. Instrument OMO bagi BOS,
iii. Mobilisasi tabungan nasional,
iv. Mendorong investasi,
v. Sebagai alat pengembangan pasar uang yang sesuai dengan syariah Islam.
j) Ijara Certificate (Sukuk) yaitu suatu sekuritas yang dimaksudkan untuk memobilisasi simpanan jangka pendek yang digunakan untuk pembangunan proyek infrastruktur jangka panjang yang dilakukan melalui sekuritisasi asset pemerintah berwujud seperti lapangan terbang, jalan, bangunan, pabrik, sekolah, rumah sakit, pembangkit listrik, penyulingan minyak, dan lainnya.
Dikarenakan pendapatan yang dihasilkan oleh sekuritas jenis ini (pendapatan sewa), serta basis asetnya (underlying asset) yang berwujud serta tersekuritisasi maka sukuk ini dapat diperdagangkan di pasar sekunder.
Sukuk ini adalah instrument financial yang mempresentasikan tiga perjanjian dasar yaitu:
i. Perjanjian pembelian aset,
ii. Perjanjian sewa-menyewa,
iii. Perjanjian penjualan aset,

Pengertian Ta’arudh Al-Adillah

Ta’arudh menurut arti bahasa adalah pertentangan satu dengan yang lainnya. Sementara kata Al-Adillah adalah bentuk Plural dari kata dalil, yang berarti argumen, alasan dan dalil. .
Secara Istilah Ta’arudh al- Adillah diartikan sebagai perlawanan antara kandungan salah satu dari dua dalil yang sama derajatnya dengan kandungan dalil yang lain. Sehingga dalam implikasinya kedua dalil yang berlawanan tersebut tidak mungkin dipakai pada satu waktu. Perlawanan itu dapat terjadi antara Ayat Al-Qur’an dengan Al-Qur’an yang lain, Hadits Mutawatir dengan Hadits Mutawatir yang lain, Hadits Ahad dengan Hadits Ahad yang lain. Sebaliknya perlawanan tersebut tidak akan terjadi apabila kedua dalil tersebut berbeda kekuatannya, karena pada hakikaktnya dalil yang lebih kuatlah yang diamalkan. .
Diantara beberapa definisi Ta’arudh al- Adillah menurut beberapa ahli ushul fiqh diantaranya yang dikemukakan oleh Amir Syarifudin mena’rifkan ta’arudh dengan berlawanannya dua dalil hukum yang salah satu diantara dua dalil itu meniadakan hukum yang ditunjuk oleh dalil lainnya.
Abdul Wahab Khalaf mendefinisikan ta’arudh secara singkat, yaitu kontradiksi antara dua nash atau dalil yang sama kekuatannya. Dari beberapa definisi tersebut memberi titik penekanan yang berbeda, namun dapat disimpulkan bahwa ta’arud itu merupakan pembahasan dua dalil yang saling bertentangan.

Pemulihan Situ Gintung

Pada tanggal 27 Maret 2009, sekitar jam 04.30 WIB terjadi bencana jebolnya tanggul situ gintung yang terletak di Kelurahan Cirendeu, Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan, Banten. Situ ini merupakan situ bikinan Belanda yang umurnya sudah lebih dari tiga perempat abad tepatnya berusia 76 tahun. Padahal awalnya, situ gintung merupakan daerah wisata yang dikenal sebagai salah satu lokasi wisata, outbound, dan pesta. Setiap hari libur, lokasi yang dikelilingi Danau Situ Gintung ini selalu dipadati warga Jakarta yang ingin melepaskan penat.
Lokasi yang tidak terlalu jauh dari pusat kota, membuat lokasi ini banyak dipilih kantor-kantor untuk mengadakan gathering. Bahkan Anda bisa datang untuk sekadar berolahraga seperti renang dan tenis di tempat yang pemandangannya tidak kalah dari kawasan Puncak, Bogor, Jawa Barat itu.
Namun pada tanggal 27 Maret 2009, sekitar jam 04.30 WIB terjadi bencana yang Jenis bencana berupa aliran bahan rombakan (debris flow) yang terjadi akibat jebolnya tanggul Situ Gintung, akibat pengaruh jebolnya tanggul selebar ± 65 m, yang diikuti dengan gerakan tanah (longsoran) pada gawir tanggul dengan panjang antara 3 - 7 m, lebar antara 3 - 8 m, tinggi gawir antara 1 - 2,5 m. Dampak bencana :Berdasarkan data dari Satkorlak PB Provinsi Banten di lokasi bencana, pada hari Sabtu 28 Maret 2009 jam 16.15 wib sebagai berikut : 82 orang meninggal dunia, 103 orang hilang, 179 orang luka-luka,250 buah rumah rusak .






Bencana ini tentunya mencoreng nama baik PEMDA selaku pihak yang bertanggung jawab dalam masalah ini. Anggaran yang tersedia seharusnya dapat memenuhi kebutuhan pemeliharaan seluruh lingkungan termasuk memelihara tanggul situ gintung ini. Setahun setelah bencana ini, situ gintung masih belum berfungsi sebagai mana mestinya. Pada oktober 2009 direncanakan proses tender sudah mendapatkan pemenangnya, ini yang harus dikaji ulang. Dalam proses tender, pemerintah harus benar-benar mementingkan rehabilitasi situ gintung agar berkualitas dan mengecilkan seminimal mungkin peluang terjadinya bencana itu kembali. PEMDA menganggarkan 97 milyar untuk merenovasi situ gintung. Sebuah angka besar yang pasti diharapkan semua masyarakat aga benar-benar menciptakan kemaslahatan dan menjamin keamanan. Pemerintah juga harus mengawasi pemakaian anggaran ini, bukan mustahil dana ini dimainkan oleh segelintir orang saja demi kantong mereka. Bukankah sudah terbukti bahwa Indonesia peringkat pertama dari 16 negara Asia Pasifik sebagai negara terkorup versi PERC 2010 ?. Penegakan hukum harus ditingkatkan, aparat harus tegas dan berani menyatakan yang benar itu benar dan yang salah itu salah.
Keterlibatan kontraktor asing bukan tidak mungkin dilakukan agar dapat menggunakan teknologi yang mereka miliki dengan akad ijarah. Dalam desain bendungan yang baru, Situ Gintung harus dilengkapi dengan jalur evakuasi dan kanal selebar 6 meter dan panjang 1 kilometer menuju Kali Pesanggrahan. Ketinggian badan tanggul, terutama di bagian puncak tidak berubah, yaitu 15 meter dari tanah di hilir bendungan. Perubahan hanya pada elevasi pelimpah yang diturunkan 50 sentimeter dibanding tanggul yang lama.
Pemerintah juga harus membangun rusunawa untuk penduduk yang rumahnya akan dibongkar karena berada di kawasan bencana atau yang rumahnya sudah hanyut saat tanggul jebol. Selain itu, akan dibangun pula jalan inspeksi, jembatan, dan jalur pejalan kaki, saluran drainase, serta tempat pembuangan sampah agar kondisi danau tetap bersih.

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

I. Pengertian
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah Pajak Negara yang dikenakan terhadap bumi dan atau bangunan berdasarkan Undang-undang nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 12 Tahun 1994.PBB adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah dan atau bangunan. Keadaan subyek (siapa yang membayar) tidak ikut menentukan besarnya pajak.
II. Objek PBB
Objek PBB adalah “Bumi dan atau Bangunan”:
Bumi:
Permukaan bumi (tanah dan perairan) dan tubuh bumi yang ada di pedalaman serta laut wilayah Indonesia, Contoh : sawah, ladang, kebun, tanah. pekarangan, tambang,dll.
Bangunan :
Konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan atau perairan.
Contoh : rumah tempat tinggal, bangunan tempat usaha, gedung bertingkat, pusat perbelanjaan, emplasemen, pagar mewah, dermaga, taman mewah, fasilitas lain yang memberi manfaat, jalan tol, kolam renang, anjungan minyak lepas pantai, dll
III. Objek Pajak Yang Tidak Dikenakan PBB
Objek pajak yang tidak dikenakan PBB adalah objek yang :
1.Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum dibidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan, seperti mesjid, gereja, rumah sakit pemerintah, sekolah, panti asuhan, candi, dan lain-lain,
2.Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala atau yang sejenis dengan itu.
3.Merupakan hutan lindung, suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak.
4.Digunakan oleh perwakilan diplomatik berdasarkan asas perlakuan timbal balik.
5.Digunakan oleh badan dan perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.

IV. Subjek Pajak dan Wajib Pajak
Subyek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata:
- mempunyai suatu hak atas bumi, dan atau;
- memperoleh manfaat atas bumi, dan atau;
- memiliki bangunan, dan atau;
- menguasai bangunan, dan atau;
- memperoleh manfaat atas bangunan.
Wajib Pajak adalah Subyek Pajak yang dikenakan kewajiban membayar pajak.

V. Cara Mendaftarkan Objek PBB
Orang atau Badan yang menjadi Subjek PBB harus mendaftarkan Objek Pajaknya ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama, Kantor Pelayanan PBB (KP PBB), Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) atau Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan (KP4) yang wilayah kerjanya meliputi letak objek tersebut, dengan menggunakan formulir Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) yang tersedia gratis di KPP Pratama, KP PBB, KP2KP atau KP4 setempat.
VI. Dasar Pengenaan PBB
Dasar pengenaan PBB adalah “Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)”. NJOP ditetapkan perwilayah berdasarkan keputusan Menteri Keuangan dengan mendengar pertimbangan gubernur serta memperhatikan:
a.Harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar;
b.perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis yang letaknya berdekatan dan fungsinya sama dan telah diketahui harga jualnya;
c.nilai perolehan baru;
d.penentuan Nilai Jual Objek Pajak pengganti.
VII.Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)
NJOPTKP adalah batas NJOP atas bumi dan/atau bangunan yang tidak kena pajak. Besarnya NJOPTKP untuk setiap daerah Kabupaten/Kota setinggi-tingginya Rp 12.000.000,- dengan ketentuan sebagai berikut:
a.Setiap Wajib Pajak memperoleh pengurangan NJOPTKP sebanyak satu kali dalam satu Tahun Pajak.
b.Apabila Wajib Pajak mempunyai beberapa Objek Pajak, maka yang mendapatkan pengurangan NJOPTKP hanya satu Objek Pajak yang nilainya terbesar dan tidak bisa digabungkan dengan Objek Pajak lainnya.

VIII.Dasar Penghitungan PBB
Dasar penghitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP).Besarnya NJKP adalah sebagai berikut;
• Objek pajak perkebunan adalah 40%
• Objek pajak kehutanan adalah 40%
• Objek pajak pertambangan adalah 20%
• Objek pajak lainnya (pedesaan dan perkotaan):
- apabila NJOP-nya > Rp. l .000.000.000,00 adalah 40%
- apabila NJOP-nya IX. Tarif PBB
Besarnya tarif PBB adalah 0,5%

X. Rumus Penghitungan PBB
Rumus penghitungan PBB = Tarif x NJKP

a. Jika NJKP = 40% x (NJOP - NJOPTKP)
maka besarnya PBB
= 0,5% x 40% x (NJOP - NJOPTKP)
= 0,2%x (NJOP-NJOPTKP)

b. Jika NJKP = 20% x (NJOP - NJOPTKP)
maka besarnya PBB
= 0,5% x 20% x (NJOP - NJOPTKP)
= 0,1 %x (NJOP -NJOPTKP)
XI. Tempat Pembayaran PBB
Wajib Pajak yang telah menerima Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT), Surat Ketetapan Pajak (SKP) dan Surat Tagihan Pajak (STP) dari Kantor Pelayanan PBB atau disampaikan lewat Pemerintah Daerah harus melunasinya tepat waktu pada tempat pembayaran yang telah ditunjuk dalam SPPT yaitu Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro.
XII. Saat Yang Menentukan Pajak Terutang.
Saat yang menentukan pajak terutang atau belum dibayar adalah keadaan Objek Pajak pada tanggal 1 Januari.Dengan demikian segala mutasi atau perubahan atas Objek Pajak yang terjadi setelah tanggal 1 Januari akan dikenakan pajak pada tahun berikutnya.

Waspadai Inflasi 0,84 Persen

JAKARTA, KOMPAS.com - Laju inflasi bulan Januari 2010 yang mencapai 0,84 persen sebaiknya diwaspadai pemerintah karena tingkatan tersebut bisa mendorong laju inflasi sepanjang tahun 2010 melampaui target dalam APBN 2010, yakni lima persen.
Atas dasar itu, berbagai upaya sebaiknya segera dilakukan antara lain mencegah hambatan pada distribusi barang yang bisa disebabkan oleh bencana alam.
"Saat ini, ada beberapa kali banjir sporadis, namun tidak separah banjir-banjir yang terjadi pada bulan Januari sebelumnya yang menyebabkan distribusi barang terhambat sehingga mendorong laju inflasi," ujar Kepala Ekonom BNI, Tony A Prasetiantono di Jakarta, Senin (1/2/2010).
Inflasi Januari 2010 sebesar 0,84 persen relatif masih sehat terhadap daya beli masyarakat, sebab pengalaman pada bulan Januari biasanya mencapai 1 persen. Biasanya, ada faktor bencana alam seperti banjir dan perayaan tahun baru yang membuat inflasi Januari di level 1 persen. Kedua faktor itu tidak muncul pada Januari 2010.
Namun, jika pada sisa tahun 2010 terjadi inflasi bulanan pada level 0,5 persen saja, maka laju inflasi tahunan bisa mencapai 6,34 persen. Jauh di atas laju inflasi tahun 2009 yang mencapai 2,78 persen.
Laju inflasi Januari tertahan karena ada perilaku masyarakat yang masih membatasi konsumsinya. Konsumsi ditahan karena konsumen masih tercekam suasana krisis ekonomi global. Itu menyebabkan keinginan berbelanja dikurangi.
"Banjir besar yang sampai mengganggu distribusi barang juga tidak terjadi. Inflasi di 0,84 persen ini bisa disebut kembali ke normal, karena mendekati 1 persen," ujar Tony.




Penulis: OIN | Editor: EdjDibaca : 348
http://nasional.kompas.com/read/2010/02/01/18470360/Waspadai.Inflasi.0.84.Persen

Kebijakan-kebijakan Pembangunan

Lemahnya sisi permintaan dan penawaran agregat menyebabkan perekonomian NSB seolah-olah berada dalam lingkaran permasalahan tanpa ujung pangkal (lingkaran setan). Karena itu campur tangan pemerintah, baik melalui kebijakan ekonomi maupun kebijakan nonekonomi, amat diperlukan untuk memutuskan mata rantai lingkaran setan tersebut.
1) Kebijakan Ekonomi
Kebijakan moneter, fiskal dan ekonomi internasional secara teoretis dapat digunakan pemerintah untuk memperbaiki kondisi perekonomian.

a) Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter dapat memperbesar kemampuan penawaran agregat melalui ~ pemberian kredit, khususnya kepada kelompok usaha kecil dan menengah (UKM).
Di Indonesia hal ini telah dilakukan, misalnya melalui pemberian kredit pertanian dan
atau pedesaan. ,
Kebijakan moneter juga dapat memperbesar permintaan agregat, khususnya untuk kebutuhan pokok yang sangat penting, seperti perumahan. Untuk itu kredit perumahan bagi rakyat yang berpenghasilan rendah dan tetap sangat memberi manfaat. Di Indonesia hal ini dilakukan misaln a lewat # ro • am Kredit Pemilikan Rumah (KPR).
b) Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiskal melalui subsidi dapat merungkatkan daya beli dan atau daya investasi masyarakat yang berpenghasilan rendah dan tetap. Misalnya subsidi BBM pada masa lalu sangat menolong masyarakat yang menggunakan riunyak tanah untuk keperluan memasak atau penerangan malam hari. Demikian juga subsidi pendidikan, telah memungkinkan anak-anak dari keluarga kurang mampu untuk menikmati investasi SDM.
Di sisi lain, kebijakan fiskal dapat menahan laju perilaku konsumtif masyarakat kaya dan berpendapatan tinggi. Hal ini dilakukan lewat kebijakan pajak penghasilan (PPh) progresif dan pajak pertambahan nilai (PPN), khususnya untuk barang mewah (PPnBM). Menahan laju perilaku kelompok kaya amat panting, setidak-tidaknya karena dua alasan:
(1) Mengurangi inflasi akibat tekanan permintaan
Sebenarnya wajar saja bila mereka yang memiliki uang lebih banyak, membeli barang dan jasa yang lebih banyak pula. Tetapi keterbatasan penawaran agregat akan memperbesar tekanan permintaan, bila pola dan gairah konsumsi kelompok kaya tidak dibatasi. Sebab pada akhirnya hal ini akan menaikkan inflasi, yang akan merugikan masyarakat berpendapatan rendah dan tetap.
(2) Menekan efek peniruan (demonstration effect) masyarakat miskin
Yang dimaksud dengan efek peniruan (demonstration effect) adalah berubahnya pola konsumsi masyarakat bawah menjadi lebih konsumtif dari yang seharusnya, karena terpengaruh oleh perilaku konsumsi kelompok masyarakat yang sudah kaya dan atau berpenghasilan tinggi. Di Indonesia saat ini ada kecenderungan di mana masyarakat yang belum mampu, bahkan belum mempunyai penghasilan, untuk meniru apa yang biasa dilakukan kelompok kaya. Misalnya, anak-anak remaja yang belum berpenghasilan membiasakan diri makan/jajan di Kafe atau Mall. Demikian juga keluarga yang sebenarnya belum memiliki penghasilan cukup, memaksakan diri untuk makan bersama di restoran (mewah) untuk merayakan hari ulang tahun anak.
Ilmu ekonomi tidak terlalu memberikan penilaian apakah kebiasaan di atas &,i-ja atau tidak! Wewenang tersebut ada ditangan ilmu teologia (agama). Yang menjadi perhatian ilmu ekonomi adalah apa dampak perilaku tersebut terhadap kestabilan dan masa depan masyarakat (perekonomian). Bila keluarga yang belum mampu, memaksakan diri berperilaku konsumtif, mereka akan kehilangan kemampuan melakukan investasi SDM, khususnya bagi anak-anak mereka. Dalam jangka panjang, pola hidup konsumtif akan sangat merugikan kehidupan bersama. Sebab, 10-15 tahun kemudian yang dihasilkan mungkin adalah angkatan kerja yang bodoh, malas, dan kurang bertanggungjawab.
Selain amok mengelola permintaan agregat, kebijakan fiskal juga berguna untuk pengelolaan sisi penawaran agregat. Misalnya, pengenaan pajak progresif akan mengendalikan nafsu individu atau perusahaan yang mencoba taros meningkatkan keuntungan mereka. Dengan demikian kesempatan kerja dan usaha akan lebih merata.
c) Selain mendapat kucuran dana, negara-negara peminjam juga mendapat bantuan teknis, memperluas jaringan kerja informasi, dan juga memperluas pasar ekspor.
d) Bagi negara pemberi pinjaman yang umumnya sangat kaya, makin besamya ULN dunia ketiga, berarti memperkecil uang menganggur.


Namun dibalik manfaat, terdapat juga risiko-risiko ULNP, terutama kebocoran dan inefisiensi penggunaan dana, baik karena kesalahan/kekurangmampuan manajerial maupun karena korupsi.

Jika penawaran agregat perlu ditingkatkan, pemerintah juga dapat menggunakan instrumen pajak dan subsidi. Misalnya, subsidi pendidikan yang diberikan kepada pengelola pendidikan swasta akan meningkatkan penawaran jasa pendidikan. Demikian juga subsidi BBM dan listrik yang diberikan kepada industri akan dapat meningkatkan output yang ditawarkan.
c) Kebljakan Ekonoml Internasional
Umumnya pemimpin NSB.lebih memilih kebijakan ekonomi terbuka (melakukan hubungan ekonomi dengan lttar negeri). Sebab kebijakan ini akan membuka akses pasar ekspor bagi produk-produk mereka, sekaligus membuka sumber pengadaan barang modal dan bahan baku industri dari negara-negara lain. Secara teoretis, jika pengelolaan baik dan transparan, kebijakan ekonomi terbuka akin mempercepat proses pembangunan ekonomi.
Beberapa kebijakan ekonomi yang umumnya dipilih oleh NSB adalah kebijakan¬kebijakan promosi ekspor, substitusi impor, dan proteksi industri.
(1) Kebijakan promosi ekspor selain menghasilkan devisa, juga melatih dan meningkatkan daya saing atau produktivitas para pelaku ekonomi domestik. Umumnya, NSB mengekspor hasil-hasil sektor primer (pertanian dan per¬tambangan) atau hasil-hasil industri yang telah ditinggalkan negara-negara yang lebih dahulu maju. Thailand misalnya, sangat terkenal sebagai negara yang mampu menghasilkan devisa dari ekspor hasil pertanian. Sementara Indonesia, memperoleh devisa yang besar dari ekspor tekstil. Korea Selatan juga mulai menghasilkan devisa yang besar dari ekspor mobil. Hal yang memungkinkan Thailand mengekspor hasil pertanian, Indonesia mengekspor tekstil dan Korea Selatan mengekspor mobil adalah negara-negara maju (Jepang, Amerika Serikat, dan Eropa Barat) tidak lagi menaruh perhatian pada sektor pertanian dan industri-industri tersebut. Saat ini mereka berkonsentrasi pada industri yang padat ilmu pengetahuan (knowledge intensive), misalnya komputer dan peralatan komunikasi canggih atau peralatan militer modem. Sebab nilai tambah dari penjualan produk-produk tersebut jauh lebih tinggi dari yang dihasillcan industri mobil atau tekstil.
(2) Kebijakan substitusi impor adalah kebijakan untuk memproduksi barang-barang yang diimpor. Tujuan utamanya adalah penghematan devisa. Di Indonesia, pengembangan industri tekstil pada awalnya adalah langkah substitusi impor. Jika tahap substitusi impor terlampaui, NSB umum-nya lantas menempuh strategi¬promosi ekspor.
(3) Kebijakan proteksi industri umumnya bersifat sementara. Sebab tujuannya untuk melindungi industri yang masih baru berkembang (infant industries), sampai mereka mampu bersaing. Jika industri tersebut sudah dewasa, maka perlindungan dicabut. Perlindungan yang diberikan biasanya adalah pengenaan tarif dan atau pemberian kuota untuk barang-barang produk negara lain yang boleh masuk ke pasar domestik. _
2) Kebljakon Non Ekonoml
Pengalaman pembangunan di NSB berkali-kali menunjukkan bahwa kebijakan ekonomi yang dirancang dan dilaksanakan tidak memberikan hasil seperti yang diharapkan. Di Indonesia, subsidi BBM telah dimanfaatkan dengan baik oleh kelompok kaya dengan membeli BBM yang lebih banyak digunakan untuk mobil dan sumber energi lainya. Demikian juga subsidi pendidikan tinggi, khususnya di perguruan tinggi negeri saat ini lebih banyak dinikmati oleh anak-anak dari keluarga mampu.
Gejala di atas dapat dijelaskan oleh ilmu ekonomi, yaitu terjadinya kegagalan pasar (market failure), yang disebabkan belum baiknya mekanisme pasar dan informasi yang tidak simetris dan sempurna. Tetapi faktor lain yang tidak dapat diabaikan adalah faktor-faktor nonekonomi. Misalnya monopoli kekuasaan, maraknya korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) dan faktor-faktor sosial budaya. Karenanya, kebijakan non ekonomi akan saling mendukung dengan kebijakan ekonomi.
Kebijakan non ekonomi yang dapat ditempuh pemerintah antara lain penegakan hukum, memperbaiki kondisi demokrasi, desentralisasi atau pengembangan otonomi daerah secara bertahap.
c. Utang Luar Negerl (External Debt)
Salah satu persoalan terbesar yang dihadapi negara-negara dunia ketiga adalah besarnya utang luar negeri (ULN). Jika pada tahun 1970-an ULN negara dunia ketiga sebagian besar adalah ULN pemerintah (public external debt), maka pada dasawarsa terakhir abad 20, porsi terbesar adalah ULN sektor swasta (private external debt). Pembahasan ULN dunia ketiga menjadi sangat relevan, karena salah satu faktor penyebab krisis ekonomi di Amerika Selatan periode 1980-an dan Asia Timur periode 1990-an adalah besarnya ULN, terutama sektor swasta.
1) Utang Luar Negerl Pemerlntah (Public External Debt)
Yang dimaksud dengan utang luar negeri pemerintah (ULNP) adalah pinjaman pemerintah dari lembaga-lembaga bantuan keuangan internasional, khususnya Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund). Pinjaman tersebut diberikan untuk mempercepat proses pembangunan. Sebab, untuk menjalankan fungsi-fungsi pemerintah yang ideal, maka anggaran pemerintah harus sangat besar, sementara kemampuan keuangan negara sangat lemah.
Ada beberapa argumentasi yang membenarkan pinjaman luar negeri oleh pemerintah, di antaranya adalah:
a) Sangat lemahnya kemampuan pendanaan domestik sektor swasta maupun pemerintah. Dengan demikian ULN ibarat suntikan makanan, yang akan sangat mempercepat proses pembangunan ekonomi.
b) Pinjaman yang diberikan sangat ringan, dalam arti utang bersifat jangka panjang dan dengan tingkat bunga sangat rendah.

2) Utang Luar Negeri Swasta (Private External Debt)
Utang luar negeri swasta (ULNS) dilakukan berdasarkan pertimbangan bisnis. Lembaga-lembaga keuangan internasional barn akan memberi pinjaman kepada sektor swasta, jika memenuhi pertimbangan-pertimbangan finansial. Kadang-kadang pemberi pinjaman meminta jaminan pemerintah atas utang swasta. Hal ini disebut
public guarantee debt.
Karena dasar pertimbangan utamanya adalah untung rugi, maka ULNS mempunyai syarat dan beban yang lebih berat. Umpamanya, jangka waktu pinjaman relatif pendek dengan tingkat bunga pinjaman yang tinggi.
3) Perkembangan Utang Luar Negerl Dunla Ketiga
Pada tahun 1997 jumlah ULN NSB mencapai US$ 2,0 triliun, padahal pads tahun 1985 baru mencapai US$ 0,92 triliun, atau selama 1985-1997 ULN dunia ketiga meningkat dengan kecepatan 6,7% per tahun. Angka pertumbuhan ULN ini lebih besar dari pertumbuhan PNB dunia ketiga amok periode yang sama.
Dari sejumlah US$ 2,0 triliun di atas, sekitar US$ 1,3 triliun adalah utang 10 negara pengutang terbesar, yaitu Brasil (US$ 194 miliar), Mexico (US$ 149 miliar), Cina (US$ 146,7 miliar), Korea Selatan (US$ 143 miliar), Indonesia (US$ 136,2 miliar), Rusia (US$ 126 miliar), Argentina (US$ 123 miliar), India (US$ 94 miliar), Thailand (US$ 93 miliar), Turki (US$ 91 miliar). Dengan demikian sekitar 65% ULN dunia merupakan utang 10 negara, di mana 9 di antaranya adalah negara dunia ketiga. Kondisi ini lebih berat dibanding tahun 1985, di mana total ULN 10 negara tersebut di atas adalah US$ 0,5 triliun atau 54% total ULN dunia
Dari sepuluh negara tersebut di atas, beberapa di antaranya memang telah lama mengalami masalah ULN yang besar, misalnya Brasil yang di tahun 1985 ULN-nya telah mencapai US$ 104 miliar, Mexico (US$ 97 miliar), Korea Selatan (US$ 55 miliar), dan Argentina (US$ 51 miliar). Di luar ketiga negara tersebut selama 1985-1997 ada beberapa negara yang pertumbuhan ULN-nya melebihi angka 10% per tahun. Misalnya China (20,3% per tahun), dan Thailand (14,9% per tahun).

Kebijakan Melindungi UKM dari ACFTA

Pada 2010 Indonesia masuk dalam kontrak ACFTA dengan RRC. Apakah ini bunuh diri ? jawabannya iya, jika bangsa kita benar-benar tidak memproteksi diri. Tetapi hal ini harus menjadi sebuah tantangan bagi bangsa Indonesia bagaiman kita bisa bangkit dalam lingkaran setan ini dan lari dari bayangan bahwa kita hanya akan menjadi bangsa konsumtif dan berketergantungan terhadap bangsa lain. Kesulitan UKM di Indonesia adalah kurangnya modal, inovasi, dan SDM yang berkualitas. Mengkhususkan diri dalam lingkup Kabupaten Tangerang , saya menilai bahwa Tangerang sudah memiliki banyak SDM berkualitas dilihat dari banyaknya universitas berbasis pendidikan Islami yang juga mengajarkan Ekonomi Islam yang merupakan Rahmatan lil a’lamin. Ada UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Institut Ilmu Al-Quran, Universitas Muhammadiyah Jakarta, dan STIE SEBI.
Saya mengajukan program pendirian BMT(Baitul Maal wat Tamwil) di tiap kecamatan dibawah naungan PEMDA namun pengolahannya dapat diatur tidak hanya oleh PNS setempat, namun bisa juga oleh mahasiswa lulusan bidang ekonomi Islam dari Universitas yang disebutkan diatas guna menyerap banyak tenaga kerja dan menyebarkan semangat ekonomi Islam keseluruh lapisan masyarakat agar mereka tidak hanya bekerja disektor moneter sepeerti perbankan syari’ah atau disektor keuangan seperti asuransi syari’ah. Karena menurut saya, hal diatas mengendapkan perkembangan ekonomi Islam itu sendiri.
Konsep BRI Unit Desa sebenarnya sudah bisa dijadikan semacam acuan untuk pengembangan daerah (desa), namun apakah BRI Unit Desa sudah dapat mengakses kelompok yang paling miskin di akar rumput? Dari data di lapangan harus diakui bahwa konsep BRI Unit Desa sudah mampu ‘menjangkau’ komunitas pedesaan, terutama untuk pelayanan penabungan (saving). Kampanye pemerintah agar rakyat menabung efektif dilaksanakan masyarakat perdesaan hampir dua dekade (1970-80’an).
Namun kelemahan dari konsep pembangunan masa lalu adalah adalah terserapnya ‘tabungan masyarakat’ pedesaan ke ‘kota’ dan hanya sepertiga dana tabungan masyarakat yang dapat diakses oleh masyarakat perdesaaan itu sendiri. Selebihnya lari ke kota dan digunakan oleh orang kota. Meskipun pada tahun 1992 terjadi peningkatan, namun masih jauh dari signifikan. Menurut data 1992, akumulasi tabungan masyarakat Desa di BRI Unit Desa sebesar Rp 21,8 trilyun, sedangkan kredit yang dikucurkan untuk masyarakat desa hanya Rp 9,9 triliun. Berarti masih cukup banyak dana desa yang diserap orang kota. Padahal seharusnya terjadi sebaliknya, dana orang kota digunakan orang desa.
Maka dengan kekosongan pada pasar lembaga keuangan untuk tingkat paling miskin ini, institusi yang paling cocok adalah konsep BMT. Karena pada dasarnya, tugas BMT adalah untuk menampung dana masyarkat yang lebih agar tidak menjadi idle cash dan bisa digunakan untuk orang-orang yang mebutuhkan modal agar dapat terus berproduksi diantara serangan produk China. Mengutip formulasi Bambang Ismawan (1994) tentang lembaga keuangan mikro, maka setidaknya terdapat beberapa hal yang diperankan BMT dalam otonomi daerah :

1. Mendukung pemerataan pertumbuhan
Pelayanan BMT secara luas dan efektif sehingga akan terlayani berbagai kelompok usaha mikro. Perkembangan usaha mikro yang kemudian berubah menjadi usaha kecil, hal ini akan memfasilitasi pemerataan pertumbuhan. Dana yang terkumpul di BMT dapat digunakan sebagai modal oleh masyrakat kecamatan itu juga melalui akad mudharabah, musyarakah, dan qard.

2. Mengatasi kesenjangan kota dan desa
Akibat jangkauan BMT yang luas, bisa meliputi desa dan kota, hal ini merupakan terobosan pembangunan. Harus diakui, pembangunan selama ini acap kali kurang adil pada masyarakat desa, sebab lebih condong mengembangkan kota. Salah satu indikatornya adalah dari derasnya arus urbanisasi dan pesatnya perkembangan keuangan mikro yang berkemampuan menjangkau desa, tentu saja akan mengurangi kesenjangan desa dan kota.

3. Mengatasi kesenjangan usaha besar dan usaha kecil
Sektor yang selama ini mendapat akses dan kemudahan dalam mengembangkan diri adalah usaha besar, akibatnya timbul jurang yang lebar antara perkembangan usaha besar dan semakin tak terkejar oleh usaha kecil. Dengan dukungan pembiayaan usaha kecil, tentunya hal ini akan mengurangi kesenjangan yang terjadi.

4. Mengurangi capital outflow dari desa-kota maupun daerah-pusat
Sebagaimana disebut di atas, bahwa masyarakat desa mempunyai kemampuan menabung yang cukup tinggi, terbukti dari akumulasi tabungan yang mencapai 21,8 trilyun rupiah pada BRI Unit Desa. Lembaga keuangan mikro syari’ah BMT, lebih berkemampuan memfasilitasi agar tabungan dari masyarakat desa atau daerah terkait, dapat memanfaatkan kembali tabungan yang telah mereka kumpulkan.

5. Meningkatkan kemandirian daerah
Dengan adanya faktor-faktor produksi (capital, tanah, SDM) yang merupakan kekuatan dimiliki oleh daerah, dimanfaatkan dan didayagunakan sepenuhnya untuk memanfaatkan berbagai peluang yang ada, maka ketergantungan terhadap investasi dari luar daerah (maupun luar negeri) akan terkurangi, serta investasi ekonomi rakyat, dapat berkembang pesat.
Adanya pemerataan pertumbuhan, terjadinya keseimbangan pertumbuhan kota dan desa, berkurangnya kesenjangan usaha besar-usaha kecil, tentunya hal ini akan mengurangi kemungkinan ketidakstabilan daerah. Kecemburuan sosial dengan sendirinya akan terkurangi, sebab adanya kesejahteraan yang merata akan menimbulkan multiplier effect maupun interdependensi antar satu bagian dengan bagian yang lain.
Era otonomi daerah merupakan peluang untuk memberdayakan ekonomi rakyat dengan memanfaatkan lembaga keuangan mikro syariah BMT. Melalui keuangan mikro syariah, kebangkitan ekonomi rakyat (sekaligus ekonomi nasional) maupun pengurangan kemiskinan, akan dilakukan oleh rakyat sendiri. Memang telah tiba saatnya, masyarakat menemukan jalannya sendiri untuk mengatasi persoalan yang mereka hadapi.
Selain peran BMT dalam hal permodalan, pemerintah juga harus memfasilitasi orang-orang yang memiliki jiwa enterpreuner agar bisa terlatih, terampil, kreatif dan inovatif agar bisa menyaingi produk China. Pemerintah dapat membuat pelatihan bagi masyarakat tersebut yang bisa diadakan melalui tiap kelurahan. Tenaga yang melatih mereka tidak perlu orang-orang hebat, cukup para pangusaha sukses didaerah tersebut yang dapat dibantu oleh anggota-anggota LSM atau mahasiswa setempat. Karena berjiwa sosial tidak hanya bergerak ketika ada bencana bukan ?. Membangun peradaban yang berbudaya seperti ini bukanlah perkara mudah dan perlu tujuan utama yang harus ditanam dalam benak semua masyarakat yaitu mendapat Ridha Allah SWT.

Ciri-ciri Negara Berkembang

Kemajuan suatu negara dapat di ukur dari pembangunannya di segala bidang. Kebarhasilan pembangunan di suatu negara di kontrol oleh babarapa faktor berikut :
1. kemajuan ilmu pengetahuan atau sains,
2. kemajuan tekhnologi,
3. budaya,
4. kualitas sumber daya manusia dan,
5. sumber daya alam yang dimiliki
perbedaan mendasar antara negara maju dan negara berkembang di lihat dari sisi pembangunan adalah sebagai berikut :
1. negar maju di katakan sudah berhasil pembangunannya
2. negara berkembang masih dan sedang giat-guatnya melakukan pembangunan

rostow (1960)merumuskan tahapan-tahapan perkembangan suatu negara menjadi 5 tahap berikut.
1. tahap masyarakat tradisional
pada tahap ini masyarakatnya mempunyai ciri-ciri sebagai berikut.
a. Secar umum, masyarakatnya belum produktif
b. Cara produksi dalam perekonomian masih primitif atau tradisional,
c. Sistem kerjanya bersifat turun temurun,
d. Sistem ekonomi belum berorientasi pasar, dan
e. Mata pencaharian lebih dominan pertanian
2. tahap prakondisi untuk lepas landas
pada tahap ini, masyarakatnya memiliki ciri2 sebagai berikut.
a. Masyarakat sedang mengalami perubahan di segala bidang, termasuk ekonomi, sosial dan politik.
b. Masyarakat mulai mengenal tekhnologi untuk meningkatkan produktifitas.
c. Ada kecenderungan untuk menabung di lembaga keuangan
d. Kegiatan masyarakat mulai bergeser ke arah kemajuan
3. tahap lepas landas
ciri-ciri masyarakat yang pada tahap lepas landas adalah sebagai berikut :
a. kegiatan ekonomi sektor produksi terus berkembang
b. pertumbuhan ekonomi semakin mantap,
c. pertumbuhan ekonomi di dominasi oleh sektor industri
d. pertumbuhan ekonomi perkapita trus meningkat
4. tahap gerak menuju kematangan atau kedewasaan
ciri-ciri kondisi masyarakat pada tahap ini adalah sebagai berikut :
a. pertumbuhan ekonomi berlangsung terus menerus
b. pemakaian tekhnologi oleh masyarakat semakin tinggi
c. struktur ekonomi semakin mantap,
d. semakinbanyak industri modern yang tumbuh
5. tahap tingkat konsumsi massa tinggi
pada tahap konsumsi massa tinggi ini, ciri yang menonjol adalah daya beli masyarakat sangat tinggi sehinggatingkat konsumsi masyarakatnya juga tinggi.

Karakteristik negara berkembang

1. TINGKAT KEMAKMURAN RELATIF RENDAH.
Banyak faktor yang memepengaruhi taraf kemakmuran masyarakat. Misalnya keadaan perumahan yang mereka diami, ada tidaknya aliran listrik, fasilitas untuk memperoleh air bersih, keadaan infrastruktur pada umumnya, dan tingkat pendapatan yang diperoleh, merupakan beberapa faktor penting yang sangat mempengaruhi tingkat kemakmuran suatu masyarakat. Dari beberapa faktor yang ada, salah satu faktor yang terpenting adalah pendapatan yang diperoleh masyarakatnya. Dengan demikian, pendapatan per kapita dapat digunakan sebagai alat pengukur kasar taraf kemakmuran yang dicapai penduduk. Sebagai akibat dari pendapatan yang rendah, sehingga Negara berkembang menghadapi masalah cukup besar diantaranya dibidang :
• Masalah kekurangan gizi dan taraf kesehatan yang rendah. Ini antara lain dapat dilihat dari jumlah kalori makanan yang belum mencapai tahap minimum, life expectancy yang rendah, tingkat kematian per tahun dan tingkat kematian bayi yang cukup tinggi.
• Kemiskinan masih meluas. Bagian yang cukup besar dari penduduk yang pendapatannya tidak mencukupi untuk membiayai kebutuhan minimum sehari-hari.
• Taraf pendidikan masih rendah. Sebagai akibat dari tingkat pendapatan yang rendah, cukup banyak keluarga di Negara berkembang yang tidak dapat membiayai sekolah anak-anaknya.
2. PRODUKTIVITAS PEKERJA MASIH RENDAH.
Produktivitas yang dimaksud adalah tingkat produksi yang dapat dihasilkan seorang pekerja per tahun. Tingkat produktivitas seorang pekerja di Negara berkembang masih cukup rendah dibandingkan dengan tingkat produktivitas tenaga kerja di Negara maju. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor sbb :
• Sebagian besar penduduk di Negara berkembang berada di sektor pertanian tradisional yang sering menghadapi masalah pengangguran terselubung. Keberadaan pengangguran terselubung, berarti kelebihan tenaga kerja di sektor pertanian, akan menurunkan lagi produksi rata-rata (produktivitas) pekerja.
• Kebanyakan usaha di sektor manufaktur terdiri dari usaha keluarga, yang menggunakan mesin yang masih tradisional dan bersifat padat karya..
• Sektor jasa, seperti sektor pertanian, menghadapi masalah pengangguran terselubung dan menurunkan tingkat produktivitas.
• Di berbagai sektor ekonomi, taraf pendidikan dan kesehatan pekerja belum mencapai tahap yang diinginkan dan cenderung mengurangi tingkat produktivitas.
3. TINGKAT PERTAMBAHAN PENDUDUK CUKUP TINGGI.
Dalam bidang kesehatan dan pengobatan sangat mempengaruhi taraf kesehatan penduduk. Salah satu akibat dari perkembangan tingkat kematian semakin berkurang, pada waktu yang sama tingkat kelahitran tidak mengalami perubahan, dengan adanya sifat perubahan tingkat kelahiran dan tingkat kematian yang ada, menyebabkan tingkat pertambahan penduduk di Negara berkembang menjadi semakin cepat. Hal tersebut menimbulkan beberapa efek sbb :
• Jumlah tanggungan dalam keluarga semakin meningkat, menyebabkan beban setiap keluarga untuk membiayai tanggungannya semakin besar..
• Besarnya tanggungan tanpa pendapatan yang memadai membatasi kemampuan keluarga menyediakan dana untuk pendidikan anak-anak.
• Pertambahan tenaga kerja sangat cepat dan tidak diikuti oleh pertambahan kesempatan kerja yang sama. Sehingga banyak pengangguran.

4. KEGIATAN EKONOMI BERSIFAT "DUALISTIS".
Kegiatan ekonomi yang bersifat dualistis adalah suatu kegiatan ekonomi tertentu atau dalam sektor tertentu yang menggunakan dua teknologi yang sangat berbeda Kegiatan ekonomi yang bersifat dualitistis berlangsung dalam hampir semua sektor kegiatan ekonomi, yaitu disektor primer, manufaktur, dan jasa. Contoh , dalam sektor industri, yaitu misalnya dalam industri membuat pakaian. Industri garmen untuk ekspor menggunakan cara memproduksi secara massal, sedangkan penjahit di kampung menghasilkan pakaian berdasarkan pesanan.. Hal tersebut memunculkan dualisme sosial di Negara berkembang. Sistem sosial yang pertama relatif modern yang berkembang sebagai akibat penjajahan dan interaksi dalam perdagangan luar negeri. Penetrasi system sosial ini menyebabkan masyarakat berpikir seperti yang terdapat dalam suatu perekonomian modern (seperti dalam perekonomian Negara maju). Akan tetapi di sebagian masyarakat lainnya, system sosialnya tidak mengalami perubahan yang nyata dan pada dasarnya masih bersifat tradisional dan mengikuti tata cara yang diwariskan secara turun temurun.
5. KEGIATAN EKONOMI BERPUSAT DI SEKTOR PERTANIAN
Lebih setengah abad belakangan ini, dibeberapa negara berkembang telah terjadi perubahan kegiatan ekonomi yang drastis. Malaysia misalnya, ketika mencapai kemerdekaan di than 1957, kegiatan ekonomi masih bertumpu pada sector pertanian. Artinya, sebagian tenaga kerja berada di sektor tersebut, dengan begitu bagian terbesar dari pendapatan nasional berasal dari kegiatan pertanian dan hasil pertanian merupakan produk ekspor yang utama. Pada saat ini keadaan telah berubah, baik ditinjau dari segi menyediakan kesempatan kerja, mewujudkan pendapatan nasional dan sumber pendapatan ekspor, peranan pertanian telah semakin merosot, sedangkan peranan sector industri dan jasa menjadi sangat penting.

6. BAHAN MENTAH MERUPAKAN BAHAN EKSPOR UTAMA
Di banyak negara berkembang kecenderungan ini masih tetap ada. Ciri umum dari ekspor hasil sektor primer tersebut adalah: beberapa jenis bahan mentah merupakan bagian terbesar dari keseluruhan ekspor. Sebagai contoh, timah dan minyak bumi merupakan ekspor terbesar dari Bolivia dan meliputi lebih kurang dua pertiga dari keseluruhan ekspor. Negara-negara di Timur Tengah sebagian besar ekspornya terdiri dari minyak bumi. Dan usaha untuk mengembangkan ekonominya , berbagai negara berkembang berusaha meningkatkan kemakmuran masyarakatnya melalui penbangunan sector industri.

Iran

Iran adalah satu-satunya Negara yang menerapkan system perekonomian dengan mengacu pada pemikiran teori ekonomi Islam Mazhab Iqtishaduna. Banyak modifikasi yang dilakukan oleh otoritas moneter di Iran terhadap sistem perbankannya agar tetap kompetitif di era persaingan global ini. Berikut instrument yang dipakai:

a) Reserve Requirement Ratio. Ketentuan rasio cadangan ini adalah antara 10% sampai dengan 30%. Biasanya digunakan untuk menyerap kelebihan dana bank yang dianggurkan yang secara potensial dapat digunakan dalam peningkatan liquiditas.
b) Adjust Open Market Opertions. Pada dasarnya OMO tidak dapat efektif digunakan pada Negara yang pasar keuangannya atau finansialnya belum berkembang. Oleh karena itu, diperlukan penyesuaian-penyesuaian agar dapat efektif, karena keharusan menghindari suatu operasi yang memakai instrument yang berdasarkan suku bunga yang telah ditentukan (pre-determined interest based operation) bank-bank tidak diperbolehkan membeli obligasi pemerintah kecuali dengan menggunakan sumber daya sendiri.
c) Discount Rates. Karena adanya pelarangan terhadap riba, maka instrumen jenis ini tidak digunakan seluas seperti padasistem perbankan konvensional. Namun karena Bank Sentral adalah ‘lender of the last resort’ dan juga ‘ultimate source of liquidity’, maka Bank Sentral seharusnya dapat menyediakan likuiditas pada saat di mana bank-bank sangat membutuhkannya, sehingga (karena Mazhab Iqtishaduna menganggap bahwa discounting sekuritas yang didasarkan pada trsansaksi riil diperbolehkan) instrument ini diperbolehkan.
d) Credit ceiling. Instrument ini digunakan untuk mengendalikan penciptaan uang, pertumbuhan likuiditas oleh otoritas moneter. Lebih lanjut, instrument ini juga digunakan untuk mengalokasikan dana dan fasilitas kredit terhadap sector-sektor tertentu dalam perekonomian yang dikehendaki.
e) Minimum Expected Profit ratio of Bank dan Bank’s Share of Profit in Various Contracts. Bank Sentral menetapkan adanya suatu rasio minimum dari expected profit dari bank dalam kerja sama ventura dan aktivitas mudhârabah yang berbeda-beda untuk setiap sector atau lapangan usaha.

1. Indonesia

Peraturan perbankan syariah yang dikeluarkan pada tahun 1998 yang menggantikan peraturan perbankan syariah tahun 1992 telah memungkinkan perkembangan perbankan syariah dengan sangat cepat. Berkembangnya jumlah cabang dari bank syariah baik dari bank umum yang berdasarkan syariah maupun divisi syariah dari bank umum konvensional, serta meningkatnya kemapuan dalam menyerap dana masyarakat terlihat dari dana simpanan pihak ketiga tertera di neraca bank-bank syariah tersebut. Hal tersebut mengharuskan Bank Indonesia sebagai bank sentral untuk lebih menaruh perhatian dan lebih hati-hati dalam menjalankan fungsi pengawasannya, yaitu mengawasi bank-bank umum yang ada di bawahnya sekaligus dengan tidak mengganggu momentum pertumbuhan bank-bank syariah tersebut.
BI dalam menjalankan fungsi-fungsi bank sentralnya terhadap bank-bank yang berdasarkan syariah mempunyai instrumen-instrumen sebagai berikut:
a) Giro Wajib Minimum (GWM), biasanya dinamakan Statutory Reserve Requirement, yaitu simpanan minium bank-bank umum dalam bentuk giro pada BI yang besarnya ditetapkan oleh BI berdasarkan persentase-persentase tertentu dari dana pihak ketiga. GWM ini adalah kewajiban bank dalam rangka mendukung pelaksanaan prinsip-prinsip kehati-hatian perbankan (prudential banking) serta juga mempunyai peran sebagai instrumen moneter yang berfungsi mengendalikan jumlah peredaran uang.
Dalam pelaksanaannya GWM ini besarannya adalah 5% dari dana pihak ketiga yang berbentuk IDR (Rupiah) dan 3% dari dana pihak ketiga yang berbentuk mata uang asing. Jumlah tersebut dihitunh dari rata-rata harian dalam satu masa laporan untuk periode dua masa laporan sebelumnya. Sedangkan dana pihak ketiga yang dimaksud di sini adalah dalam bentuk:
1) Giro Wadiah,
2) Tabungan Mudharabah,
3) Deposito Investasi Mudharabah,
4) Kewajiban lainnya.
Dana pihak ketiga bank dalam IDR ini tidak termasuk dana yang diterima oleh bank dari Bank Indonesia (BI) dan BPR. Sedangkan dana pihak ketiga dalam mata uang asing meliputi kewajiban dalam mata uang asing kepada pihak ketiga termasuk bank dan Bank Indonesia (BI) yang terdiri dari:
1) Giro Wadiah,
2) Deposito Investasi Mudharabah,
3) Kewajiban lainnya.
Adapun kesalahan dan keterlambatan dalam penyampaian laporan mingguan yang digunakan untuk menentukan GWM ini dikenakan denda oleh Bank Indonesia (BI). Sedangkan untuk bank yang melakukan pelanggaran GWM ini dikenakan sangsi baik kekurangan dari minimum maupun kekurangan negatif,
b) Sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank Syariah (Sertifikat IMA), sertifikat IMA adalah suatu instrument yang digunakan oleh bank-bank syariah yang kelebihan dana untuk mendapatkan keuntungan dan di lain pihak sebagai sarana penyedia dana jangka pendek bagi bank-bank syariah yang kekurangan dana.
Sertifikat ini berjangka waktu 90 hari, diterbitkan oleh kantor pusat bank syariah dengan format dan ketentuan standar yang ditetapkan oleh Bank Indonesia (BI). Pemindahtanganan Sertifikat IMA hanya dapat dilakukan oleh bank penanam dana pertama saja, sedangkan bank penanam dana kedua tidak diperkenankan memindahtangankan kepada pihak lain sampai berakhirnya jangka waktu. Pembayaran akan dilakukan oleh bank syariah penerbit sebesar nilai nominal ditambah imbalan bagi hasil (yang dibayarkan awal bulan berikutnya dengan nota kredit melalui kliring, bilyet giro Bank Indonesia (BI), atau transfer elektronik),
c) Setifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI), SWBI adalah instrumen Bank Indonesia (BI) yang sesuai dengan syariah Islam yang digunakan dalam OMO. Selain itu, SWBI ini juga dapat digunakan oleh bank-bank syariah yang mempunyai kelebihan likuiditas sebagai sarana penitipan jangka pendek,
Dalam operasionalnya, SWBI ini mempunyai suatu nilai nimonal minimum Rp500 juta dengan jangka waktu yang dinyatakan dalam hari (misalnya: 7 hari, 14 hari, 30 hari). Pembayaran dan pelunasan SWBI adalah melalui debet/kredit rekening giro bank yang ada di Bank Indonesia (BI). Jika jatuh tempo dana akan dikembalikan beserta bonus yang ditentukan berdasarkan parameter Sertifikat IMA.

BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

A. Pengertian Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan / BPHTB
BPHTB atau bea perolehan hak atas tanah dan bangunan adalah pajak yang dikenakan atas perolehan perolehan hak atas tanah dan bangunan. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya atau dimilikinya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang perseorangan pribadi atau badan. Objek pajak BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Subjek BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan.
DPP / Dasar pengenaan Pajak BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Bajak atau disingkat menjadi NPOP. NPOP dapat berbentuk harga transaksi dan nilai pasar. Jika nilai NPOP tidak diketahui atau lebih kecil dari NJOP PBB, maka NJOP PBB dapat dipakai sebagai dasar pengenaan pajak BPHTB.
BPHTB yaitu merupakan pajak yang harus dibayar akibat perolehan hak atas tanah dan bangunan meliputi hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak milik atas satuan rumah susun dan hak pengelolaan.
B. Saat Pembayaran BPHTB
BPHTB harus dibayar apabila melakukan salah satu hal berikut di bawah ini :
a. Akta pemindahan hak atas tanah dan atau bangunan ditandatangani oleh PPAT atau Notaris.
b. Risalah lelang untuk pembelian telah ditandatangani oleh Kepala Kantor Lelang atau Pejabat Lelang yang berwenang.
c. Dilakukannya pendaftaran hak oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten atau Kotamadya dalam hal pemberian hak baru atau pemindahan hak karena pelaksanaan putusan hakim dan hibah wasiat.
Intinya adalah terjadi pemindahan hak karena jual beli, tukar-menukar, hibah, hibah wasiat, hadiah, warisan / waris dan pemberian hak baru karena adanya kelanjutan pelepasan hak dan di luar pelepasan hak. Sedangkan bentuk pengalihan yang tidak kena BPHTB adalah seperti pengalihan atau perubahan hak dan perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama, wakaf atau digunakan untuk kepentingan ibadah.
C. Menentukan Besarnya Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan / BPHTB
a. Tarif BPHTB adalah sebesar 5% dari Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak.
b. Nilai perolehan objek pajak atau NPOP tidak kena pajak ditetapkan sebesar Rp. 60.000.000 (tiga puluh juta rupiah) yang sewaktu-waktu besarnya dapat dirubah oleh peraturan pemerintah. Sedangkan khusus untuk perolehan karena hak waris dalam satu dahar, sedarah atau keturunan garis lurus satu derajat ke atas atau ke bawah dengan pemberian hibah termasuk istri atau suami NJOPTKP atau Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak adalah sebesar Rp. 300.000.000.
c. Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPKP) adalah nilai perolehan objek pajak (NPOP) dikurangi dengan nilai perolehan onjek pajak tidak kena pajak.
d. Besar pajak terutang BPHTB adalah didapat dengan cara mengalikan tarif pajak dengan nilai perolehan onjek pajak kena pajak (NPOPKP).
D. Tata Cara Pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan / BPHTB
Wajib pajak membayar pajak BPHTB yang terutang tidak didasarkan pada surat ketetapan pajak atau SKP, melainkan dengan cara menghitung dan membayar sendiri pajak terutang dengan mengisi Surat Setoran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan atau Bangunan atau disingkat SSB.
Pajak yang terutang dapat dibayar di Bank pemerintah, Bank DKI dan juga Kantor Pos di wilayah Kotamadya yang meliputi letak tanah dan atau bangunan dengan SSB. Tempat terutang pajak adalah di wilayah kabupaten, kota atau propinsi yang meliputi letak tanah dan bangunan.
SSB dapat diperoleh di Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan / KP PBB / KPBB yang adal di wilayah DKI Jakarta, PPAT, Notaris, Kantor Lelang dan Kantor Pertanahan serta Kantor Bank Pemerintah, Bank DKI dan Kantor Pos. Pembayaran BPHTB dapat dilakukan tanpa menunggu diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak / SKP.
SKP atau Surat Ketetapan Pajak adalah dokumen yang menjelaskan jumlah pajak yang kurang atau lebih bayar yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak setelah adanya pemeriksaan. SKP BPHTB disingkat menjadi SKB (Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan). SKB dapat dikeluarkan dalam jangka lima tahun semenjak saat terutang BPHTB. SKB dapat berupa SKBKB untuk yang kurang bayar, SKBLB untuk yang lebih bayar dan SKBN untuk yang nihil atau nol bayar.
E. Sanksi Tidak Membayar Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan / BPHTB
Apabila WP diketahui kurang bayar BPHTB maka Dirjen Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan BPHTB (SKBKB) beserta denda sebesar 2% perbulan untuk jangka waktu maksimal 24 bulan dihitung mulai saat terhutang pajak sampai diterbitkan SKBKB. Dirjen Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan BPHTB kurang Bayar (SKBKBT) jika ditemukan data baru atau data yang sebelumnya tidak terungkap yang mengakibatkan menambahnya jumlah pajak terutang setelah SKBKB terbit, maka dapat dikenakan denda sanksi administrasi sebesar 100% dari kekurangan pajak tersebut kecuali WP melaporkan sendiri sebelum adanya tindakan pemeriksaan.

Cara Pelunasan Bea Meterai Dengan Cara Pemeteraian Kemudian

I. Pemeteraian Kemudian dilakukan atas:
1. Dokumen yang semula tidak terutang Bea Meterai namun akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan;
2. Dokumen yang Bea Meterainya tidak atau kurang dilunasi sebagaimana mestinya:
3. Dokumen yang dibuat di luar negeri yang akan digunakan di Indonesia. Pemeteraian kemudian wajib dilakukan terhadap dokumen-dokumen seperti diatas dengan menggunakan:
a. Meterai Tempel; atau
b. Surat Setoran Pajak yang disahkan oleh Pejabat Pos.
II. Besarnya Bea Meterai yang Harus Diiunasi dengan Cara Pemeteraian Kemudian adalah:
1. Atas dokumen yang semula tidak terutang Bea Meterai namun akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan adalah sebesar Bea Meterai yang terutang sesuai dengan peraturan yang berlaku pada saat pemeteraian kemudian dilakukan;
2. Atas dokumen yang tidak atau kurang dilunasi sebagaimana mestinya adalah sebesar Bea Meterai yang terutang;
3. Atas dokumen yang dibuat di luar negeri yang akan digunakan di Indonesia adalah sebesar Bea Meterai yang terutang sesuai dengan peraturan yang berlaku pada saat pemeteraian kemudian dilakukan.
III. Lain-Lain
Pemegang dokumen yang semula tidak terutang Bea Meterai namun akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan dilunasi dengan menggunakan meterai tempel sesuai dengan peraturan yang berlaku pada saat pemeteraian kemudian dilakukan. pemegang dokumen yang Bea Meterainya tidak atau kurang wajib membayar denda sebesar 200% (duaratus persen) dari Bea Meterai yang tidak atau kurang dilunasi dengan menggunakan Surat Setoran Pajak. Dalam hal pemeteraian kemudian atas dokumen yang dibuat di luar negeri yang akan digunakan di Indonesia sebagaimana dimaksud baru dilakukan setelah dokumen digunakan, pemegang dokumen wajib membayar denda sebesar 200% (dua ratus persen) dari Bea Meterai yang terutang dan dilunasi dengan menggunakan Surat.

Kewajiban Penerbit Dokumen yang Mendapatkan Ijin Penggunaan Mesin Teraan Materai

1. Menyampaikan laporan bulanan penggunaan mesin teraan meterai kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak setempat paling lambat tanggal 15 setiap bulan;
2. Menyampaikan laporan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak setempat paling lambat satu bulan setelah mesin teraan meterai tidak dipergunakan lagi atau terjadi perubahan alamat/tempat kedudukan pemilik/pemegang ijin penggunaan mesin teraan meterai;
3. Ijin penggunaan mesin teraan meterai berlaku selama 2 (dua) tahun sejak tanggal ditetapkannya, dan dapat diperpanjang selama memenuhi persyaratan;
4. Bea Meterai yang belum dipergunakan karena mesin teraan meterai rusak atau tidak dipergunakan lagi, dapat dialihkan untuk pengisian deposit mesin teraan meterai lain atau pencetakan tanda Bea Meterai Lunas dengan teknologi percetakan ataupun dengan sistem komputerisasi;
5. Penerbit dokumen yang akan melakukan pengalihan Bea Meterai sebagaimana dimaksud diatas harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak setempat dengan mencantumkan alasan dan jumlah Bea Meterai yang akan dialihkan.
Lain-lain
1.Penggunaan mesin teraan meterai tanpa ijin tertulis dari Direktur Jenderal Pajak dikenakan sanksi pidana berdasarkan Pasal 14 Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai;
2. Bea Meterai kurang bayar yang disebabkan oleh kelebihan pemakaian dari deposit yang disetor dikenakan sanksi denda administrasi sebesar 200 % dari Bea Meterai kurang bayar, dan pencabutan ijin penggunaan mesin teraan meterai;
3. Penggunaan mesin teraan meterai yang melewati masa berlakunya ijin yang diberikan, dikenakan sanksi pencabutan ijin;
4. Penyampaian laporan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak setempat yang melewati batas waktu yang telah ditentukan dikenakan sanksi pencabutan ijin.

Cara Pelunasan Bea Meterai

I. Meterai Tempel
1. Meterai tempel direkatkan seluruhnya dengan utuh dan tidak rusak di atas dokumen yang dikenakan Bea Meterai;
2. Meterai tempel direkatkan di tempat dimana Tanda tangan akan dibubuhkan;
3. Pembubuhan tanda tangan disertai dengan pencantuman tanggal, bulan, dan tahun dilakukan dengan tinta atau yang sejenis dengan itu, sehingga sebagian tanda tangan ada diatas kertas dan sebagian lagi di atas meterai tempel;
4. Jika digunakan lebih dari satu meterai tempel, tanda tangan harus dibubuhkan sebagian di atas semua meterai tempel dan sebagian di atas kertas.

Apabila cara diatas tidak dipenuhi, dokumen yang bersangkutan dianggap tidak bermeterai.
II. Kertas Meterai
Jika isi dokumen yang dikenakan Bea Meterai terlalu panjang untuk dimuat seluruhnya di atas kertas meterai yang digunakan, maka untuk bagian isi yang masih tertinggal dapat digunakan kertas tidak bermeterai; 2. Membubuhkan tanda tangan disertai dengan pencantuman tanggal, bulan, dan tahun dilakukan dengan tinta atau yang sejenis dengan itu diatas kertas Meterai; 3. Kertas meterai yang sudah digunakan, tidak boleh digunakan lagi. Apabila ketentuan diatas tidak dipenuhi, dokumen yang bersangkutan dianggap tidak bermeterai.Pelunasan Bea Meterai dengan membubuhkan tanda Bea Meterai Lunas dengan mesin teraan meterai hanya diperkenankan kepada penerbit dokumen yang melakukan pemeteraian dengan jumlah rata-rata setiap hari minimal sebanyak 50 dokumen.
Syarat Pelunasan Bea Meterai dengan Menggunakan Mesin Teraan Meterai:
1.Penerbit dokumen yang akan melakukan pelunasan Bea Meterai dengan membubuhkan tanda Bea Meterai Lunas dengan mesin teraan meterai harus mengajukan permohonan ijin secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak setempat;
2.Mencantumkan jenis/merk dan tahun pembuatan mesin teraan meterai yang akan digunakan;
3.Melampirkan surat pernyataan tentang jumlah ratarata dokumen yang harus dilunasi Bea Meterai setiap hari;
4.Harus melakukan penyetoran Bea Meterai di muka minimal sebesar Rp 15.000.000,- (lima belas juta Rupiah) dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (F.2.0.32.01) Ke Kas Negara melalui Bank Presepsi.

Dokumen-dokumen yang Dikenakan Bea Meterai

1. Dikenakan Bea Meterai dengan tarif Rp. 3.000,-
a. Surat yang memuat jumlah uang, yaitu:
1) Menyebutkan penerimaan uang;
2) Menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening di bank;
3) Berisi pemberitahuan saldo rekening di bank;
4) Berisi pengakuan bahwa hutang uang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi atau diperhitungkan;yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp.250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) sampai dengan Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah);
b. Cek dan Bilyet Giro tanpa batas pengenaan besarnya harga nominal;
c. Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun yang mempunyai harga nominal sampai dengan Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah);
d. Sekumpulan efek dengan nama dan dalam bentuk apapun yang tercantum dalam surat kolektif yang mempunyai jumlah harga nominal sampai dengan Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah).
2. Dikenakan Bea Meterai dengan tarif Rp. 6.000,:
a. Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang, dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata;
b. Akta-akta notaris termasuk salinannya;
c. Akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) termasuk rangkap rangkapnya;
d. Surat berharga seperti wesel, promes, dan aksep; atau
e. Dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka Pengadilan, yaitu:
1) Surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan;
2) Surat-surat yang semula tidak dikenakan Bea Meterai berdasarkan tujuannya, jika digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh orang lain, selain dari maksud semula;
f. Surat yang memuat jumlah uang, yaitu:
1) Menyebutkan penerimaan uang;
2) Menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening di bank;
3) Berisi pemberitahuan saldo rekening di bank;
4) Berisi pengakuan bahwa hutang uang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi atau diperhitungkan; yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
g. Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun yang mempunyai harga nominal sampai dengan mempunyai harga nominal lebih dari Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah);
h. Sekumpulan efek dengan nama dan dalam bentuk apapun yang tercantum dalam surat kolektif yang mempunyai jumlah harga nominal lebih dari Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah).

II. Dokumen yang Tidak Terutang Bea Meterai :
a. Surat yang memuat jumlah uang, yaitu:
1) Menyebutkan penerimaan uang;
2) Menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening di bank;
3) Berisi pemberitahuan saldo rekening di bank;
4) Berisi pengakuan bahwa hutang uang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi atau diperhitungkan; yang mempunyai harga nominal sampai dengan Rp 250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah);
b. Surat berharga seperti wesel, promes, dan aksep yang mempunyai harga nominal sampai dengan Rp 250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).

III. Dokumen yang Tidak Dikenakan Bea Meterai :
a. Dokumen yang berupa :
1) Surat penyimpanan barang;
2) Konosemen;
3) Surat angkutan penumpang dan barang;
4) Keterangan pemindahan yang dituliskan di atas dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka 1), angka 2), dan angka 3);
5) Bukti untuk pengiriman dan penerimaan barang;
6) Surat pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan pengirim;
7) Surat-surat lainnya yang dapat disamakan dengan surat-surat sebagaimana dimaksud dalam angka 1) sampai angka 6).
b.Segala bentuk Ijazah;
c.Tanda terima gaji, uang tunggu, pensiun, uang tunjangan, dan pembayaran lainnya yang ada kaitannya dengan hubungan kerja serta surat-surat yang diserahkan untuk mendapatkan pembayaran itu;
d.Tanda bukti penerimaan uang Negara dari Kas Negara, Kas Pemerintah Daerah, dan bank;
e.Kuitansi untuk semua jenis pajak dan untuk penerimaan lainnya yang dapat disamakan dengan itu dari Kas Negara, Kas Pemerintahan Daerah dan bank;
f.Tanda penerimaan uang yang dibuat untuk keperluan intern organisasi;
g.Dokumen yang menyebutkan tabungan, pembayaran uang tabungan kepada penabung oleh bank, koperasi, dan badan-badan lainnya yang bergerak di bidang tersebut;
h.Surat gadai yang diberikan oleh Perusahaan Umum Pegadaian;
i. Tanda pembagian keuntungan atau bunga dari efek,dengan nama dan dalam bentuk apapun.

BEA MATERAI

I. Pengertian
a.Dokumen adalah kertas yang berisikan tulisan yang mengandung arti dan maksud tentang perbuatan, keadaan atau kenyataan bagi seseorang dan/atau pihak-pihak yang berkepentingan;

b.Benda meterai adalah meterai tempel dan kertas meterai yang dikeluarkan oleh Pemerintah RI;

c.Tandatangan adalah tandatangan sebagaimana lazimnya dipergunakan, termasuk pula parap, teraan Atau cap tandatangan atau cap parap, teraan cap nama atau tanda lainnya sebagai pengganti tandatangan;

d.Pemeteraian kemudian adalah suatu cara pelunasan Bea Meterai yang dilakukan oleh Pejabat Pos atas permintaan pemegang dokumen yang Bea meterainya belum dilunasi sebagaimana mestinya;

e.Pejabat Pos adalah Pejabat Perusahaan Umum Pos dan Giro yang diserahi tugas melayani permintaan pemeteraian kemudian.
II. Saat Terutang Bea Meterai
ditentukan dalam hal:
1.Dokumen yang dibuat oleh satu pihak, adalah pada saat dokumen itu diserahkan;
2.Dokumen yang dibuat oleh lebih dari salah satu pihak, adalah pada saat selesainya dokumen itu dibuat;
3.Dokumen yang dibuat di luar negeri adalah pada saat digunakan di Indonesia.
III. Pihak yang Terutang Bea Meterai
Adalah pihak yang menerima atau mendapat manfaat dari dokumen, kecuali pihak atau pihak-pihak yang bersangkutan menentukan lain.
IV. Pelunasan Bea Meterai
atas dokumen menggunakan cara:
a.menggunakan benda meterai;
b.menggunakan cara lain;
misalnya membubuhkan tanda-tera sebagai pengganti benda meterai di atas dokumen dengan mesin teraan.
V. Sanksi Tidak atau Kurang Melunasi Bea Meterai
Dokumen yang terutang/dikenakan Bea Meterai yang tidak atau kurang dilunasi sebagaimana mestinya dikenakan denda administrasi sebesar 200% (dua ratus persen) dari Bea Meterai yang tidak atau kurang dibayar. Pemegang dokumen atas dokumen yang tidak atau kurang dibayar Bea Meterainya harus melunasi Bea Meterai yang terutang berikut dendanya dengan cara pemeteraian kemudian.

Aplikasi Perbankan

Tabungan Wadi’ah
Dalam bank syariah, berkaitan dengan produk tabungan, bank syari’ah menggunakan akad wadi’ah yad adh-dhamanah. Dalam hal ini nasabah bertindak sebagai penitip yang memberikan hak kepada bank syari’ah untuk menggunakan atau memanfaatkan uang atau barang titipan, sedang bank bertindak sebagai pihak yang dititipi dana dan disertai hak untuk menggunakannya atau memanfaatkannya. Sebagai konsekuensinya bank bertanggungjawab penuh atas dana tersebut dan juga berhak sepenuhnya atas keuntungan dari hasil penggunaan dana tersebut.

Ketentuan Tabungan wadi’ah :
1. Tabungan wadi’ah bersifat titipan yang harus dijaga dan harus dikembalikan setiap saat (on call) sesuai dengan kehendak pemilik harta.
2. Keuntungan atau kerugian dari penyaluran dana atau pemanfaatan barang menjadi milik atau tanggungan bank, sedang nasabah penitip tidak dijanjikan imbalan dan tidak menanggung kerugian.
3. Bank dimungkinkan memberikan bonus kepada pemilik harta sebagai sebuah intensif selama tidak diperjanjikan dalam akad pembuatan rekening.