Pengertian Wacana Non Ilmiah
1. Pengertian, Ciri, dan Bentuk Karangan Nonilmiah
Karangan nonilmiah adalah karangan yang menyajikan fakta pribadi tentang pengetahuan dan pengalaman dalam kehidupan sehari-hari. Ciri-ciri karangan nonilmiah:
a. ditulis berdasarkan fakta pribadi,
b. fakta yang disimpulkan subyektif,
c. gaya bahasa konotatif dan populer,
d. tidak memuat hipotesis,
e. penyajian dibarengi dengan sejarah,
f. bersifat imajinatif,
g. situasi didramatisir, dan
h. bersifat persuasif.
Macam Karya Tulis Non Ilmiah
Dongeng, cerpen, novel, drama, dan roman
Contoh Wacana Non Ilmiah
Pogi yang Malang
Pogi adalah pemuda yang malas. Kerjanya hanya makan, tidur, dan bermain-main. Ayah dan ibunya tidak melarang sebab mereka adalah keluarga kaya. Apa saja kemauan Pogi selalu dituruti.
Suatu pagi, Pogi pergi bermain ke hutan. Di tengah perjalanan ia bertemu dengan seorang pengembara yang membawa lima karung yang berat.
”Hai, pemuda ! Maukah kau menolongku membawa karung ini ke kota ? ”tanya pengembara itu.
Pogi pura-pura tidak mendengar. Ia tetap berjalan perlahan sambil mengamati tumbuhan.
”Nak, aku akan memberimu salah satu dari kantong ini. Silahkan pilih!”
Pogi masih pura-pura tidak mendengar. Huh! Tadi minta tolong sekarang malah mau memberi karung. Paling-paling isinya Cuma sampah, bati Pogi.
” Anak muda, karungku yang bertali merah ini berisi ramuan obat segala penyakit, sedangkan yang bertali biru berisi bibit padi segala musim. Atau kamu mau karung dengan tali berwarna putih? Ini berisi kain sutera pilihan, yang bertali hijau berisi aneka macam penyedap masakan, dan yang berwarna kuning berisi emas permata. Nah, pilihlah salah satu!”
”Ah, baiklah.”kata Pogi semangat. ”Aku pilihyang berwarna kuning aja.”
”Apakah kamu yakin karung ini membawa keberuntungn bagimu?”
”Sangat yakin. Sudahlah, cepat berikan. Aku tidak sabar membawanya pulang .”omel Pogi .
Pengembara itu menyerahkan karung yng bertali kuning. Pogi langsung membawa karung itu pergi tanpa berterima kasih. Setelah agak jauh, dibukanya karung itu. Ah, betapa gembiranyaPogi saat melihat banyak emas di dalamnya. Pogi lalu melanjutkan perjalanan pulang.
Tiba-tiba...
”Pokoknya kalau bertemu orang kaya, kita rampok saja.” kata salah satu orang.
Pogi yang mendengar suara itu, cepat-cepat bersembunyi. Setelah kedua orang itu berlalu, Pogi segera keluar dari persembunyiannya. Ia meneruskan dengan tergesa-gesa dan takut. Sampailah Pogi di tepi sungai. Di tempat penyeberangan itu tampak sepi. Hanya ada tiga penarik perahu.
”Sepi sekali hari ini.”ujar yang bertubuh paling kecil.
”Benar tidak seperti bisanya.” jawab yang berambut keriting.
”Bagaimana kalau kita rampok saja orang yang menyeberang dengan perahu kita ini ?” tanya yang bertubuh kekar.
Ketiga penarik perahu tertawa terbahak-bahak. Mendengar hal itu Pogi semakin ketakutan. Diambilnya jalan pintas. Pogi berenang menuju ke seberang sungai. Sesampainya di tengah sungai, seekor buaya menuju ke arahnya.
Tanpa ragu-ragu, Pogi memukul moncong buaya itu dengan karung yang dipanggulnya. Buaya itu malah membuka moncongnya. Pogi tak banyak berpikir. Dilemparnya karung berisi emas itu ke arah buaya. Lemparan tepat sekali. Buaya itu kesulitan mengunyah karung. Pogi merasa musuhnya lengah. Ia berenang ke tepian secepatnya.
Sejak kejadian itu, Pogi menjadi sadar., ternyata emas tidak mendatangkan keberuntungan baginya. Justru mendatangkan bahaya. Sejak itu Pogi menjadi rajin dan bijaksana.
Sumber :
• Aku Cinta Bahasa Indonesia kelas IV , Tiga Serangkai
• http://muthiah-muthiah.blogspot.com/2010/10/wacana-non-ilmiah.html
My Profile
Jumat, 05 November 2010
Wacana Semi Ilmiah
PENGERTIAN KARYA SEMI ILMIAH
Karangan semi ilmiah atau ilmiah populer: karakteristiknya
berada di antara ilmiah dan non-ilmiah
MACAM KARYA TULIS SEMI ILMIAH
Artikel, editorial, opini, feuture, reportase
Contoh Karya Tulis Ilmiah
Berdagang Gelar Akademik
Penangkapan pelaku jual beli gelar sarjana palsu melalui Institut Manajemen Global Indonesia (IMGI) banyak diberitakan di media massa. Jual beli gelar sarjana memang cukup marak terjadi di Indonesia beberapa tahun terakhir. Bank lembaga yang mengaku menjalin kerja sama dengan perguruan tinggi di luar negeri menawarkan gelar sarjana di berbagai jenjang, terutama jenjang pascasarjana, yang bisa di peroleh dengan cara yang sangat mudah dengan biaya tertentu. Peminatnya ternyata cukup banyak, termasuk beberapa pejabat tinggi negara yang kemudian mencantumkan gelar tersebut di depan namanya dalam dokumen resmi negara.
Situasi ini di respon oleh DEPDIKNAS dengan mengeluarkan surat edaran dari Dirjen Pendidikan Tinggi yang intinya memperingatkan masyarakat untuk tidak tertipu oleh para penjual gelar palsu itu. Sayangnya langkah tersebut tidak disertai oleh tindakan hukum yang jelas sehingga masalah ini menggantung cukup lama. Kasus IMGI dapat dikatakan sebagai kasus pertama yang dikenai tindakan hukum.
Minat untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang pascasarjana memang terasa meningkat beberapa tahun terakhir. Ini boleh jadi akibat adanya tuntutan kebutuhan SDM yang lebih berkualitas di berbagai sektor. Dulu mahasiswa pascasarjana umumnya adalah para dosen perguruan tinggi atau para peneliti dari lembaga riset. Sekarang sudah sangat banyak mahasiswa pascasarjana yang merupakan karyawan pemerintah, termasuk pemerintah daerah. Artinya, kebutuhan tenaga kerja dengan pendidikan lebih tinggi dari jenjang sarjana tak lagi hanya merupakan kebutuhan perguruan tinggi di masa lalu.
Situasi ini ditangkap oleh kalangan perguruan tinggi yang sedang menghadapi masalah berkurangnya pasokan dana dari pemerintah. Para peminat pendidikan pascasarjana kemudian menjadi pangsa pasar yang harus diperebutkan. Lalu berlakulah hukum-hukum pasar dan pemasaran. Pihak yang mampu menawarkan produk dengan berbagai kemudahan akan memenangkan persaingan. Sepuluh tahun yang lalu, misalnya, UGM masih mewajibkan para calon mahasiswa S2 yang dianggap belum memiliki kemampuan akademik yang cukup untuk mengikuti program pendahuluan selama satu tahun. Artinya, para mahasiswa ini harus menempuh pendidikan S2-nya dengan total waktu tiga tahun. Tak jelas apakah pola ini masih dipertahankan di UGM.
Bila pola ini masih dipertahankan maka besar kemungkinan program S2 UGM akan sepi peminat. Saat ini ada banyak perguruan tinggi yang menawarkan program pascasarjana, S2 maupun S3, dengan sifat mudah dan cepat. Tentu saja sifat mudah dan cepat ini tidak gratis. Kemudahan dan kecepatan itu biasanya berbanding lurus dengan biaya yang harus dikeluarkan peserta. Misalnya ada universitas yang menyelenggarakan program S2 yang bisa diselesaikan dalam waktu 16 bulan, dengan perkuliahan hanya di akhir pekan. Ada pula yang menyelenggarakan kelas eksekutif yang di samping singkat waktunya juga diiringi oleh berbagai kemudahan fisik seperti ruang kelas yang nyaman dan layanan dari staf administrasi.
Namun, melalui perbandingan sederhana program pascasarjana di negara lain seperti diungkapkan di atas, rasanya tidak berlebihan bila kita anggap bahwa program-program pascasarjana itu rawan terhadap pengabaian mutu. Bila ini terjadi maka keinginan untuk meningkatkan kualitas SDM di jajaran pemerintah tidak akan tercapai. Yang terjadi bukan peningkatan kualitas SDM, melainkan peningkatan jumlah orang dengan gelar akademik. Dengan kata lain, lembaga pendidikan tinggi tidak sedang melaksanakan pendidikan untuk peningkatan kualitas SDM, melainkan sedang menjual gelar akademik. Yang membedakan mereka dengan lembaga-lembaga seperti IMGI hanyalah aspek legalnya semata.
Penangan masalah ini memerlukan setidaknya dua pendekatan. Pertama, pengawasan yang ketat terhadap penyelenggaraan program-program tersebut. Dalam hal ini DEPDIKNAS memiliki wewenang penuh untuk melakukannya melalui mekanisme akreditasi. Di samping itu, tentu saja harus ada komitmen moral dari pelaksana pendidikan tinggi untul tidak hanya mencari uang dari program pendidikan yang mereka laksanakan. Pendekatan kedua adalah dengan menekan animo untuk melanjutkan pendidikan yang berorientasi (hanya) pada gelar akademik.
Motivasi untuk mendapatkan gelar akademik semata tidak terlepas pada mekanisme perekrutan, dan terutama promosi karyawan pada instansi pemerintah. Sudah jadi rahasia umum bahwa mekanisme penilaian untuk menentukan kenaikan pangkat atau promosi jabatan di lembaga pemerintah kita sangat mementingkan sisi-sisi administratif dan banyak mengabaikan kualitas dan kapasitas rill seorang karyawan. Akibatnya, gelar akademik akhirnya lebih sering dijadikan sebagai legitimasi untuk menempati posisi tertentu ketimbang jadi cerminan kualitas dan kapasitas penyandangnya.
SUMBER:
http://banizamzami.blogspot.com/2010/02/berdagang-gelar-akademik-wacana-semi.html
http://noorifada.files.wordpress.com/2009/08/mpi_02-karya-ilmiah.pdf
Karangan semi ilmiah atau ilmiah populer: karakteristiknya
berada di antara ilmiah dan non-ilmiah
MACAM KARYA TULIS SEMI ILMIAH
Artikel, editorial, opini, feuture, reportase
Contoh Karya Tulis Ilmiah
Berdagang Gelar Akademik
Penangkapan pelaku jual beli gelar sarjana palsu melalui Institut Manajemen Global Indonesia (IMGI) banyak diberitakan di media massa. Jual beli gelar sarjana memang cukup marak terjadi di Indonesia beberapa tahun terakhir. Bank lembaga yang mengaku menjalin kerja sama dengan perguruan tinggi di luar negeri menawarkan gelar sarjana di berbagai jenjang, terutama jenjang pascasarjana, yang bisa di peroleh dengan cara yang sangat mudah dengan biaya tertentu. Peminatnya ternyata cukup banyak, termasuk beberapa pejabat tinggi negara yang kemudian mencantumkan gelar tersebut di depan namanya dalam dokumen resmi negara.
Situasi ini di respon oleh DEPDIKNAS dengan mengeluarkan surat edaran dari Dirjen Pendidikan Tinggi yang intinya memperingatkan masyarakat untuk tidak tertipu oleh para penjual gelar palsu itu. Sayangnya langkah tersebut tidak disertai oleh tindakan hukum yang jelas sehingga masalah ini menggantung cukup lama. Kasus IMGI dapat dikatakan sebagai kasus pertama yang dikenai tindakan hukum.
Minat untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang pascasarjana memang terasa meningkat beberapa tahun terakhir. Ini boleh jadi akibat adanya tuntutan kebutuhan SDM yang lebih berkualitas di berbagai sektor. Dulu mahasiswa pascasarjana umumnya adalah para dosen perguruan tinggi atau para peneliti dari lembaga riset. Sekarang sudah sangat banyak mahasiswa pascasarjana yang merupakan karyawan pemerintah, termasuk pemerintah daerah. Artinya, kebutuhan tenaga kerja dengan pendidikan lebih tinggi dari jenjang sarjana tak lagi hanya merupakan kebutuhan perguruan tinggi di masa lalu.
Situasi ini ditangkap oleh kalangan perguruan tinggi yang sedang menghadapi masalah berkurangnya pasokan dana dari pemerintah. Para peminat pendidikan pascasarjana kemudian menjadi pangsa pasar yang harus diperebutkan. Lalu berlakulah hukum-hukum pasar dan pemasaran. Pihak yang mampu menawarkan produk dengan berbagai kemudahan akan memenangkan persaingan. Sepuluh tahun yang lalu, misalnya, UGM masih mewajibkan para calon mahasiswa S2 yang dianggap belum memiliki kemampuan akademik yang cukup untuk mengikuti program pendahuluan selama satu tahun. Artinya, para mahasiswa ini harus menempuh pendidikan S2-nya dengan total waktu tiga tahun. Tak jelas apakah pola ini masih dipertahankan di UGM.
Bila pola ini masih dipertahankan maka besar kemungkinan program S2 UGM akan sepi peminat. Saat ini ada banyak perguruan tinggi yang menawarkan program pascasarjana, S2 maupun S3, dengan sifat mudah dan cepat. Tentu saja sifat mudah dan cepat ini tidak gratis. Kemudahan dan kecepatan itu biasanya berbanding lurus dengan biaya yang harus dikeluarkan peserta. Misalnya ada universitas yang menyelenggarakan program S2 yang bisa diselesaikan dalam waktu 16 bulan, dengan perkuliahan hanya di akhir pekan. Ada pula yang menyelenggarakan kelas eksekutif yang di samping singkat waktunya juga diiringi oleh berbagai kemudahan fisik seperti ruang kelas yang nyaman dan layanan dari staf administrasi.
Namun, melalui perbandingan sederhana program pascasarjana di negara lain seperti diungkapkan di atas, rasanya tidak berlebihan bila kita anggap bahwa program-program pascasarjana itu rawan terhadap pengabaian mutu. Bila ini terjadi maka keinginan untuk meningkatkan kualitas SDM di jajaran pemerintah tidak akan tercapai. Yang terjadi bukan peningkatan kualitas SDM, melainkan peningkatan jumlah orang dengan gelar akademik. Dengan kata lain, lembaga pendidikan tinggi tidak sedang melaksanakan pendidikan untuk peningkatan kualitas SDM, melainkan sedang menjual gelar akademik. Yang membedakan mereka dengan lembaga-lembaga seperti IMGI hanyalah aspek legalnya semata.
Penangan masalah ini memerlukan setidaknya dua pendekatan. Pertama, pengawasan yang ketat terhadap penyelenggaraan program-program tersebut. Dalam hal ini DEPDIKNAS memiliki wewenang penuh untuk melakukannya melalui mekanisme akreditasi. Di samping itu, tentu saja harus ada komitmen moral dari pelaksana pendidikan tinggi untul tidak hanya mencari uang dari program pendidikan yang mereka laksanakan. Pendekatan kedua adalah dengan menekan animo untuk melanjutkan pendidikan yang berorientasi (hanya) pada gelar akademik.
Motivasi untuk mendapatkan gelar akademik semata tidak terlepas pada mekanisme perekrutan, dan terutama promosi karyawan pada instansi pemerintah. Sudah jadi rahasia umum bahwa mekanisme penilaian untuk menentukan kenaikan pangkat atau promosi jabatan di lembaga pemerintah kita sangat mementingkan sisi-sisi administratif dan banyak mengabaikan kualitas dan kapasitas rill seorang karyawan. Akibatnya, gelar akademik akhirnya lebih sering dijadikan sebagai legitimasi untuk menempati posisi tertentu ketimbang jadi cerminan kualitas dan kapasitas penyandangnya.
SUMBER:
http://banizamzami.blogspot.com/2010/02/berdagang-gelar-akademik-wacana-semi.html
http://noorifada.files.wordpress.com/2009/08/mpi_02-karya-ilmiah.pdf
Wacana Ilmiah
PENGERTIAN KARYA ILMIAH
Karya Ilmiah adalah karya tulis yang disusun oleh seorang penulis berdasarkan hasil-hasil penelitian ilmiah yang telah dilakukannya. Definisi yang lain mengatakan bahwa karya ilmiah (scientific paper) adalah laporan tertulis dan dipublikasi yang memaparkan hasil penelitian atau pengkajian yang telah dilakukan oleh seseorang atau sebuah tim dengan memenuhi kaidah dan etika keilmuan yang dikukuhkan dan ditaati oleh masyarakat keilmuan.
MACAM KARYA TULIS ILMIAH
Sesuai dengan cirinya yang tertulis tadi, maka karya tulis ilmiah dapat berwujud dalam bentuk makalah (dalam seminar atau simposium), artikel, laporan praktikum, skripsi, tesis, dan disertasi, yang pada dasarnya kesemuanya itu merupakan produk dari kegiatan ilmuwan. Data, simpulan, dan informasi lain yang terkandung dalam karya ilmiah tersebut dijadikan acuan (referensi) bagi ilmuwan lain dalam melaksanakan penelitian atau pengkajian selanjutnya.
Contoh Wacana Ilmiah
AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome)
AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah nama penyakit yang berarti sindroma dapatan penurunan kekebalan tubuh. Ada pula yang menyebutkan sebagai penyakit kurus karena penderitanya memang sangat kurus. Sebagai sindroma, gejala AIDS sangat banyak, antara lain diare lebih dari sebulan, demam lebih dari sebulan, dan menurunnya berat badan secara cepat. Dari ketiga gejala tersebut, yang terpenting adalah gejala menurunya berat badan. Tanda-tanda lain antara lain batuk lebih dari 2 minggu, pembengkalan kelenjar (di ketiak,leher,dan selangkangan), sakit kepala hebat dengan leher kaku, bengkak-bengkak cokelat tua yang cepat menyebar di kulit dan lain-lain.
AIDS disebabkan oleh virus yang hidup dalam darah dan cairan tubuh lainnya. Virus ini merusak system kekebalan tubuh sehingga tubuh tidak mampu lagi membentengi badan dari serangan berbagai penyakit. Setelah virus ini berada di dalam tubuh, ia bisa berada di sana bertahun-tahun sebelum mulai membuat orang itu sakit. Siapa saja bisa terkena AIDS, tidak peduli umur, suku, pekerjaan, maupun orientasi seksualnya, apabila seseorang pernah berhubungan seks dengan orang yang membawa virus AIDS, disuntik/menyuntik diri dengan jarum kotor, atau memperoleh transfuse darah yang terkontaminasi virus AIDS, maka ia juga dapat terkena AIDS. Begitu pula dengan bayi yang ibunya membawa virus AIDS.
Ada tiga cara penularan AIDS pada bayi yaitu ketika janin masih di dalam kandungan, pada saat dilahirkan yang penuh darah, dan melalui ASI. Meskipun begitu, tetap lebih baik menyusui dengan ASI daripada susu bubuk (baik karena kemungkinan tertulari AIDS secara matematis hanya 50%, dan juga karena ASI mengandung banyak zat yang berguna bagi kekebalan bayi).
Dari semua kasus penderita AIDS yang berhasil sembuh, ada hal-hal penting yang bisa ditarik. Pertama, memang virus HIV sebagai penyebab utama, tapi juga bergantung pada kondisi fisik dan psikis masing-masing korban. Kedua, mereka yang berhasil lolos dari maut adalah mereka yang secara sadar mengubah gaya hidupnya menjadi lebih positif.
SUMBER: http://faisal69-bhuleisme.blogspot.com/2010/10/wacana-ilmiah.html
Karya Ilmiah adalah karya tulis yang disusun oleh seorang penulis berdasarkan hasil-hasil penelitian ilmiah yang telah dilakukannya. Definisi yang lain mengatakan bahwa karya ilmiah (scientific paper) adalah laporan tertulis dan dipublikasi yang memaparkan hasil penelitian atau pengkajian yang telah dilakukan oleh seseorang atau sebuah tim dengan memenuhi kaidah dan etika keilmuan yang dikukuhkan dan ditaati oleh masyarakat keilmuan.
MACAM KARYA TULIS ILMIAH
Sesuai dengan cirinya yang tertulis tadi, maka karya tulis ilmiah dapat berwujud dalam bentuk makalah (dalam seminar atau simposium), artikel, laporan praktikum, skripsi, tesis, dan disertasi, yang pada dasarnya kesemuanya itu merupakan produk dari kegiatan ilmuwan. Data, simpulan, dan informasi lain yang terkandung dalam karya ilmiah tersebut dijadikan acuan (referensi) bagi ilmuwan lain dalam melaksanakan penelitian atau pengkajian selanjutnya.
Contoh Wacana Ilmiah
AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome)
AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah nama penyakit yang berarti sindroma dapatan penurunan kekebalan tubuh. Ada pula yang menyebutkan sebagai penyakit kurus karena penderitanya memang sangat kurus. Sebagai sindroma, gejala AIDS sangat banyak, antara lain diare lebih dari sebulan, demam lebih dari sebulan, dan menurunnya berat badan secara cepat. Dari ketiga gejala tersebut, yang terpenting adalah gejala menurunya berat badan. Tanda-tanda lain antara lain batuk lebih dari 2 minggu, pembengkalan kelenjar (di ketiak,leher,dan selangkangan), sakit kepala hebat dengan leher kaku, bengkak-bengkak cokelat tua yang cepat menyebar di kulit dan lain-lain.
AIDS disebabkan oleh virus yang hidup dalam darah dan cairan tubuh lainnya. Virus ini merusak system kekebalan tubuh sehingga tubuh tidak mampu lagi membentengi badan dari serangan berbagai penyakit. Setelah virus ini berada di dalam tubuh, ia bisa berada di sana bertahun-tahun sebelum mulai membuat orang itu sakit. Siapa saja bisa terkena AIDS, tidak peduli umur, suku, pekerjaan, maupun orientasi seksualnya, apabila seseorang pernah berhubungan seks dengan orang yang membawa virus AIDS, disuntik/menyuntik diri dengan jarum kotor, atau memperoleh transfuse darah yang terkontaminasi virus AIDS, maka ia juga dapat terkena AIDS. Begitu pula dengan bayi yang ibunya membawa virus AIDS.
Ada tiga cara penularan AIDS pada bayi yaitu ketika janin masih di dalam kandungan, pada saat dilahirkan yang penuh darah, dan melalui ASI. Meskipun begitu, tetap lebih baik menyusui dengan ASI daripada susu bubuk (baik karena kemungkinan tertulari AIDS secara matematis hanya 50%, dan juga karena ASI mengandung banyak zat yang berguna bagi kekebalan bayi).
Dari semua kasus penderita AIDS yang berhasil sembuh, ada hal-hal penting yang bisa ditarik. Pertama, memang virus HIV sebagai penyebab utama, tapi juga bergantung pada kondisi fisik dan psikis masing-masing korban. Kedua, mereka yang berhasil lolos dari maut adalah mereka yang secara sadar mengubah gaya hidupnya menjadi lebih positif.
SUMBER: http://faisal69-bhuleisme.blogspot.com/2010/10/wacana-ilmiah.html
Fungsi Bahasa Sebagai Alat Komunikasi
Bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bahasa juga merupakan alat ekspresi diri sekaligus pula merupakan alat untuk menunjukkan identitas diri. Melalui bahasa, kita dapat menunjukkan sudut pandang kita, pemahaman kita atas suatu hal, asal usul bangsa dan negara kita, pendidikan kita, bahkan sifat kita. Bahasa menjadi cermin diri kita, baik sebagai bangsa maupun sebagai diri sendiri. Agar komunikasi yang dilakukan berjalan lancar dengan baik, penerima dan pengirim bahasa harus harus menguasai bahasanya.
Cara berbahasa tertentu selain berfungsi sebagai alat komunikasi, berfungsi pula sebagai alat integrasi dan adaptasi sosial. Pada saat kita beradaptasi kepada lingkungan sosial tertentu, kita akan memilih bahasa yang akan kita gunakan bergantung pada situasi dan kondisi yang kita hadapi. Kita akan menggunakan bahasa yang berbeda pada orang yang berbeda. Kita akan menggunakan bahasa yang nonstandar di lingkungan teman-teman dan menggunakan bahasa standar pada orang tua atau orang yang kita hormati.
Menurut Gorys Keraf (1997 : 1), Bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Mungkin ada yang keberatan dengan mengatakan bahwa bahasa bukan satu-satunya alat untuk mengadakan komunikasi. Mereka menunjukkan bahwa dua orang atau pihak yang mengadakan komunikasi dengan mempergunakan cara-cara tertentu yang telah disepakati bersama. Lukisan-lukisan, asap api, bunyi gendang atau tong-tong dan sebagainya. Tetapi mereka itu harus mengakui pula bahwa bila dibandingkan dengan bahasa, semua alat komunikasi tadi mengandung banyak segi yang lemah.
Menurut Felicia (2001 : 1), dalam berkomunikasi sehari-hari, salah satu alat yang paling sering digunakan adalah bahasa, baik bahasa lisan maupun bahasa tulis. Begitu dekatnya kita kepada bahasa, terutama bahasa Indonesia,
sehingga tidak dirasa perlu untuk mendalami dan mempelajari bahasa Indonesia secara lebih jauh. Akibatnya, sebagai pemakai bahasa, orang Indonesia tidak terampil menggunakan bahasa. Suatu kelemahan yang tidak disadari.
Menurut Sunaryo (2000 : 6), tanpa adanya bahasa (termasuk bahasa Indonesia) iptek tidak dapat tumbuh dan berkembang. Selain itu bahasa Indonesia di dalam struktur budaya, ternyata memiliki kedudukan, fungsi, dan peran ganda, yaitu sebagai akar dan produk budaya yang sekaligus berfungsi sebagai sarana berfikir dan sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tanpa peran bahasa serupa itu, ilmu pengetahuan dan teknologi tidak akan dapat berkembang. Implikasinya di dalam pengembangan daya nalar, menjadikan bahasa sebagai prasarana berfikir modern. Oleh karena itu, jika cermat dalam menggunakan bahasa, kita akan cermat pula dalam berfikir karena bahasa merupakan cermin dari daya nalar (pikiran).
Bahasa sebagai sarana komunikasi mempunyai fungsi utama yaitu komunikasi. Komunikasi ialah penyampaian pesan atau makna oleh seseorang kepada orang lain. Keterikatan dan keterkaitan bahasa dengan manusia menyebabkan bahasa tidak tetap dan selalu berubah seiring perubahan kegaiatan manusia dalam kehidupannya di masyarakat. Perubahan bahasa dapat terjadi bukan hanya berupa pengembangan dan perluasan, melainkan berupa kemunduran sejalan dengan perubahan yang dialami masyarakat. Terutama pada penggunaan fungsi komunikasi pada bahasa asing Sebagai contoh masyarakat Indonesia lebih sering menempel ungkapan “No Smoking” daripada “Dilarang Merokok”, “Stop” untuk “berhenti”, “Exit” untuk “keluar”, “Open House” untuk penerimaan tamu di rumah pada saat lebaran. Jadi bahasa sebagai alat komunikasi tidak hanya dengan satu bahasa melainkan banyak bahasa.
SUMBER:
http://vhi3y4.wordpress.com/2010/02/27/fungsi-bahasa-sebagai-alat-komunikasi/
http://angel.ngeblogs.com/2009/11/01/peran-dan-fungsi-bahasa-indonesia/
http://blogkublogku.blogspot.com/2009/09/fungsi-bahasa-sebagai-alat-komunikasi.html
Cara berbahasa tertentu selain berfungsi sebagai alat komunikasi, berfungsi pula sebagai alat integrasi dan adaptasi sosial. Pada saat kita beradaptasi kepada lingkungan sosial tertentu, kita akan memilih bahasa yang akan kita gunakan bergantung pada situasi dan kondisi yang kita hadapi. Kita akan menggunakan bahasa yang berbeda pada orang yang berbeda. Kita akan menggunakan bahasa yang nonstandar di lingkungan teman-teman dan menggunakan bahasa standar pada orang tua atau orang yang kita hormati.
Menurut Gorys Keraf (1997 : 1), Bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Mungkin ada yang keberatan dengan mengatakan bahwa bahasa bukan satu-satunya alat untuk mengadakan komunikasi. Mereka menunjukkan bahwa dua orang atau pihak yang mengadakan komunikasi dengan mempergunakan cara-cara tertentu yang telah disepakati bersama. Lukisan-lukisan, asap api, bunyi gendang atau tong-tong dan sebagainya. Tetapi mereka itu harus mengakui pula bahwa bila dibandingkan dengan bahasa, semua alat komunikasi tadi mengandung banyak segi yang lemah.
Menurut Felicia (2001 : 1), dalam berkomunikasi sehari-hari, salah satu alat yang paling sering digunakan adalah bahasa, baik bahasa lisan maupun bahasa tulis. Begitu dekatnya kita kepada bahasa, terutama bahasa Indonesia,
sehingga tidak dirasa perlu untuk mendalami dan mempelajari bahasa Indonesia secara lebih jauh. Akibatnya, sebagai pemakai bahasa, orang Indonesia tidak terampil menggunakan bahasa. Suatu kelemahan yang tidak disadari.
Menurut Sunaryo (2000 : 6), tanpa adanya bahasa (termasuk bahasa Indonesia) iptek tidak dapat tumbuh dan berkembang. Selain itu bahasa Indonesia di dalam struktur budaya, ternyata memiliki kedudukan, fungsi, dan peran ganda, yaitu sebagai akar dan produk budaya yang sekaligus berfungsi sebagai sarana berfikir dan sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tanpa peran bahasa serupa itu, ilmu pengetahuan dan teknologi tidak akan dapat berkembang. Implikasinya di dalam pengembangan daya nalar, menjadikan bahasa sebagai prasarana berfikir modern. Oleh karena itu, jika cermat dalam menggunakan bahasa, kita akan cermat pula dalam berfikir karena bahasa merupakan cermin dari daya nalar (pikiran).
Bahasa sebagai sarana komunikasi mempunyai fungsi utama yaitu komunikasi. Komunikasi ialah penyampaian pesan atau makna oleh seseorang kepada orang lain. Keterikatan dan keterkaitan bahasa dengan manusia menyebabkan bahasa tidak tetap dan selalu berubah seiring perubahan kegaiatan manusia dalam kehidupannya di masyarakat. Perubahan bahasa dapat terjadi bukan hanya berupa pengembangan dan perluasan, melainkan berupa kemunduran sejalan dengan perubahan yang dialami masyarakat. Terutama pada penggunaan fungsi komunikasi pada bahasa asing Sebagai contoh masyarakat Indonesia lebih sering menempel ungkapan “No Smoking” daripada “Dilarang Merokok”, “Stop” untuk “berhenti”, “Exit” untuk “keluar”, “Open House” untuk penerimaan tamu di rumah pada saat lebaran. Jadi bahasa sebagai alat komunikasi tidak hanya dengan satu bahasa melainkan banyak bahasa.
SUMBER:
http://vhi3y4.wordpress.com/2010/02/27/fungsi-bahasa-sebagai-alat-komunikasi/
http://angel.ngeblogs.com/2009/11/01/peran-dan-fungsi-bahasa-indonesia/
http://blogkublogku.blogspot.com/2009/09/fungsi-bahasa-sebagai-alat-komunikasi.html
PEMAKAIAN BAHASA INDONESIA YANG BAIK DAN BENAR
A. Pengertian Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar
Menurut Anton M. Moeliono (dalam Majalah Pembinaan Bahasa Indonesia, 1980), berbahasa Indonesia dengan baik dan benar dapat diartikan pemakaian ragam bahasa yang serasi dengan sasarannya dan yang disamping itu mengikuti kaidah bahasa yang betul. Ungkapan bahasa Indonesia yang baik dan benar, sebaliknya, mengacu ke ragam bahasa yang sekaligus memenuhi persyaratan kebaikan dan kebenaran.
Bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah Bahasa Indonesia yang digunakan sesuai dengan situasi pembicaraan (yakni, sesuai dengan lawan bicara, tempat pembicaraan, dan ragam pembicaraan) dan sesuai dengan kaidah yang berlaku dalam Bahasa Indonesia (seperti: sesuai dengan kaidah ejaan, pungtuasi, istilah, dan tata bahasa).
B. Pemakaian Kata dan Kalimat
Kata yang dipakai dalam Bahasa Indonesia adalah kata yang tepat dan serasi serta baku. Kata yang tepat dan serasi merupakan kata yang sesuai dengan gagasan atau maksud penutur atau sesuai dengan arti sesungguhnya dan sesuai dengan situasi pembicaraan (sepert: sesuai dengan lawan bicara, topik pembicaraan, ragam pembicaraan, dsb.). Kata yang baku merupakan kata yang sesuai dengan ejaan (yakni: EYD).
Kalimat yang dipakai dalam Bahasa Indonesia adalah kalimat yang efektif.
Kalimat efektif harus:
a. mudah dipahami oleh orang lain,
b.memenuhi unsur penting kalimat (minimal ada subjek dan predikat,
terutama untuk ragam tulis),
c. menggunakan kata yang tepat dan serasi,
d. gramatikal (seperti: menggunakan pungtuasi dan kata yang baku, menggunakan struktur yang benar, frasa selalu D-M, menggunakan kata yang morfologis, menggunakan kata yang sesuai dengan fungsinya/kedudukannya),
e. rasional (yakni, menggunakan gagasan yang dapat dicerna oleh
akal sehat),
f. efisien (menggunakan unsur sesuai kebutuhan, tidak boleh
berlebihan),
g. tidak ambigu (tidak menimbulkan dua arti yang membingungkan).
C. Pemakaian Paragraf dalam Bahasa Indonesia
Paragraf yang dipakai dalam Bahasa Indonesia adalah paragraf yang baik.
Paragraf ini harus:
a. mempunyai satu pikiran utama,
b. mempunyai koherensi yang baik (hubungan antar unsurnya sangat
erat) dan semua unsurnya tersusun secara sistematis, serta
c. menggunakan kalimat yang efektif
Contoh penggunaan Bahasa Indonesia secara baik dan benar adalah :
• “Tolong saya untuk absensi masuk, saya sedang kena kemacetan lalulintas.”
• Di sini tempat pendaftaran buta huruf.
• Dilengkapinya perpustakaan dengan koleksi buku remaja oleh kepala sekolah menjadikan bertambahnya para pengunjung.
SUMBER:
http://tunas63.wordpress.com/2008/10/26/bahasa-indonesia-yang-baik-dan-benar/
http://muthiah-muthiah.blogspot.com/2010/10/menggunakan-bahasa-indonesia-secara.html
http://www.scribd.com/doc/20234906/Pemakaian-Bahasa-Indonesia-Yang-Baik-Dan-Benar
Menurut Anton M. Moeliono (dalam Majalah Pembinaan Bahasa Indonesia, 1980), berbahasa Indonesia dengan baik dan benar dapat diartikan pemakaian ragam bahasa yang serasi dengan sasarannya dan yang disamping itu mengikuti kaidah bahasa yang betul. Ungkapan bahasa Indonesia yang baik dan benar, sebaliknya, mengacu ke ragam bahasa yang sekaligus memenuhi persyaratan kebaikan dan kebenaran.
Bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah Bahasa Indonesia yang digunakan sesuai dengan situasi pembicaraan (yakni, sesuai dengan lawan bicara, tempat pembicaraan, dan ragam pembicaraan) dan sesuai dengan kaidah yang berlaku dalam Bahasa Indonesia (seperti: sesuai dengan kaidah ejaan, pungtuasi, istilah, dan tata bahasa).
B. Pemakaian Kata dan Kalimat
Kata yang dipakai dalam Bahasa Indonesia adalah kata yang tepat dan serasi serta baku. Kata yang tepat dan serasi merupakan kata yang sesuai dengan gagasan atau maksud penutur atau sesuai dengan arti sesungguhnya dan sesuai dengan situasi pembicaraan (sepert: sesuai dengan lawan bicara, topik pembicaraan, ragam pembicaraan, dsb.). Kata yang baku merupakan kata yang sesuai dengan ejaan (yakni: EYD).
Kalimat yang dipakai dalam Bahasa Indonesia adalah kalimat yang efektif.
Kalimat efektif harus:
a. mudah dipahami oleh orang lain,
b.memenuhi unsur penting kalimat (minimal ada subjek dan predikat,
terutama untuk ragam tulis),
c. menggunakan kata yang tepat dan serasi,
d. gramatikal (seperti: menggunakan pungtuasi dan kata yang baku, menggunakan struktur yang benar, frasa selalu D-M, menggunakan kata yang morfologis, menggunakan kata yang sesuai dengan fungsinya/kedudukannya),
e. rasional (yakni, menggunakan gagasan yang dapat dicerna oleh
akal sehat),
f. efisien (menggunakan unsur sesuai kebutuhan, tidak boleh
berlebihan),
g. tidak ambigu (tidak menimbulkan dua arti yang membingungkan).
C. Pemakaian Paragraf dalam Bahasa Indonesia
Paragraf yang dipakai dalam Bahasa Indonesia adalah paragraf yang baik.
Paragraf ini harus:
a. mempunyai satu pikiran utama,
b. mempunyai koherensi yang baik (hubungan antar unsurnya sangat
erat) dan semua unsurnya tersusun secara sistematis, serta
c. menggunakan kalimat yang efektif
Contoh penggunaan Bahasa Indonesia secara baik dan benar adalah :
• “Tolong saya untuk absensi masuk, saya sedang kena kemacetan lalulintas.”
• Di sini tempat pendaftaran buta huruf.
• Dilengkapinya perpustakaan dengan koleksi buku remaja oleh kepala sekolah menjadikan bertambahnya para pengunjung.
SUMBER:
http://tunas63.wordpress.com/2008/10/26/bahasa-indonesia-yang-baik-dan-benar/
http://muthiah-muthiah.blogspot.com/2010/10/menggunakan-bahasa-indonesia-secara.html
http://www.scribd.com/doc/20234906/Pemakaian-Bahasa-Indonesia-Yang-Baik-Dan-Benar
Langganan:
Postingan (Atom)