My Profile

Foto saya
Jakarta Pusat, DKI JAKARTA, Indonesia

Senin, 20 Desember 2010

Kebijakan Melindungi UKM dari ACFTA

Pada 2010 Indonesia masuk dalam kontrak ACFTA dengan RRC. Apakah ini bunuh diri ? jawabannya iya, jika bangsa kita benar-benar tidak memproteksi diri. Tetapi hal ini harus menjadi sebuah tantangan bagi bangsa Indonesia bagaiman kita bisa bangkit dalam lingkaran setan ini dan lari dari bayangan bahwa kita hanya akan menjadi bangsa konsumtif dan berketergantungan terhadap bangsa lain. Kesulitan UKM di Indonesia adalah kurangnya modal, inovasi, dan SDM yang berkualitas. Mengkhususkan diri dalam lingkup Kabupaten Tangerang , saya menilai bahwa Tangerang sudah memiliki banyak SDM berkualitas dilihat dari banyaknya universitas berbasis pendidikan Islami yang juga mengajarkan Ekonomi Islam yang merupakan Rahmatan lil a’lamin. Ada UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Institut Ilmu Al-Quran, Universitas Muhammadiyah Jakarta, dan STIE SEBI.
Saya mengajukan program pendirian BMT(Baitul Maal wat Tamwil) di tiap kecamatan dibawah naungan PEMDA namun pengolahannya dapat diatur tidak hanya oleh PNS setempat, namun bisa juga oleh mahasiswa lulusan bidang ekonomi Islam dari Universitas yang disebutkan diatas guna menyerap banyak tenaga kerja dan menyebarkan semangat ekonomi Islam keseluruh lapisan masyarakat agar mereka tidak hanya bekerja disektor moneter sepeerti perbankan syari’ah atau disektor keuangan seperti asuransi syari’ah. Karena menurut saya, hal diatas mengendapkan perkembangan ekonomi Islam itu sendiri.
Konsep BRI Unit Desa sebenarnya sudah bisa dijadikan semacam acuan untuk pengembangan daerah (desa), namun apakah BRI Unit Desa sudah dapat mengakses kelompok yang paling miskin di akar rumput? Dari data di lapangan harus diakui bahwa konsep BRI Unit Desa sudah mampu ‘menjangkau’ komunitas pedesaan, terutama untuk pelayanan penabungan (saving). Kampanye pemerintah agar rakyat menabung efektif dilaksanakan masyarakat perdesaan hampir dua dekade (1970-80’an).
Namun kelemahan dari konsep pembangunan masa lalu adalah adalah terserapnya ‘tabungan masyarakat’ pedesaan ke ‘kota’ dan hanya sepertiga dana tabungan masyarakat yang dapat diakses oleh masyarakat perdesaaan itu sendiri. Selebihnya lari ke kota dan digunakan oleh orang kota. Meskipun pada tahun 1992 terjadi peningkatan, namun masih jauh dari signifikan. Menurut data 1992, akumulasi tabungan masyarakat Desa di BRI Unit Desa sebesar Rp 21,8 trilyun, sedangkan kredit yang dikucurkan untuk masyarakat desa hanya Rp 9,9 triliun. Berarti masih cukup banyak dana desa yang diserap orang kota. Padahal seharusnya terjadi sebaliknya, dana orang kota digunakan orang desa.
Maka dengan kekosongan pada pasar lembaga keuangan untuk tingkat paling miskin ini, institusi yang paling cocok adalah konsep BMT. Karena pada dasarnya, tugas BMT adalah untuk menampung dana masyarkat yang lebih agar tidak menjadi idle cash dan bisa digunakan untuk orang-orang yang mebutuhkan modal agar dapat terus berproduksi diantara serangan produk China. Mengutip formulasi Bambang Ismawan (1994) tentang lembaga keuangan mikro, maka setidaknya terdapat beberapa hal yang diperankan BMT dalam otonomi daerah :

1. Mendukung pemerataan pertumbuhan
Pelayanan BMT secara luas dan efektif sehingga akan terlayani berbagai kelompok usaha mikro. Perkembangan usaha mikro yang kemudian berubah menjadi usaha kecil, hal ini akan memfasilitasi pemerataan pertumbuhan. Dana yang terkumpul di BMT dapat digunakan sebagai modal oleh masyrakat kecamatan itu juga melalui akad mudharabah, musyarakah, dan qard.

2. Mengatasi kesenjangan kota dan desa
Akibat jangkauan BMT yang luas, bisa meliputi desa dan kota, hal ini merupakan terobosan pembangunan. Harus diakui, pembangunan selama ini acap kali kurang adil pada masyarakat desa, sebab lebih condong mengembangkan kota. Salah satu indikatornya adalah dari derasnya arus urbanisasi dan pesatnya perkembangan keuangan mikro yang berkemampuan menjangkau desa, tentu saja akan mengurangi kesenjangan desa dan kota.

3. Mengatasi kesenjangan usaha besar dan usaha kecil
Sektor yang selama ini mendapat akses dan kemudahan dalam mengembangkan diri adalah usaha besar, akibatnya timbul jurang yang lebar antara perkembangan usaha besar dan semakin tak terkejar oleh usaha kecil. Dengan dukungan pembiayaan usaha kecil, tentunya hal ini akan mengurangi kesenjangan yang terjadi.

4. Mengurangi capital outflow dari desa-kota maupun daerah-pusat
Sebagaimana disebut di atas, bahwa masyarakat desa mempunyai kemampuan menabung yang cukup tinggi, terbukti dari akumulasi tabungan yang mencapai 21,8 trilyun rupiah pada BRI Unit Desa. Lembaga keuangan mikro syari’ah BMT, lebih berkemampuan memfasilitasi agar tabungan dari masyarakat desa atau daerah terkait, dapat memanfaatkan kembali tabungan yang telah mereka kumpulkan.

5. Meningkatkan kemandirian daerah
Dengan adanya faktor-faktor produksi (capital, tanah, SDM) yang merupakan kekuatan dimiliki oleh daerah, dimanfaatkan dan didayagunakan sepenuhnya untuk memanfaatkan berbagai peluang yang ada, maka ketergantungan terhadap investasi dari luar daerah (maupun luar negeri) akan terkurangi, serta investasi ekonomi rakyat, dapat berkembang pesat.
Adanya pemerataan pertumbuhan, terjadinya keseimbangan pertumbuhan kota dan desa, berkurangnya kesenjangan usaha besar-usaha kecil, tentunya hal ini akan mengurangi kemungkinan ketidakstabilan daerah. Kecemburuan sosial dengan sendirinya akan terkurangi, sebab adanya kesejahteraan yang merata akan menimbulkan multiplier effect maupun interdependensi antar satu bagian dengan bagian yang lain.
Era otonomi daerah merupakan peluang untuk memberdayakan ekonomi rakyat dengan memanfaatkan lembaga keuangan mikro syariah BMT. Melalui keuangan mikro syariah, kebangkitan ekonomi rakyat (sekaligus ekonomi nasional) maupun pengurangan kemiskinan, akan dilakukan oleh rakyat sendiri. Memang telah tiba saatnya, masyarakat menemukan jalannya sendiri untuk mengatasi persoalan yang mereka hadapi.
Selain peran BMT dalam hal permodalan, pemerintah juga harus memfasilitasi orang-orang yang memiliki jiwa enterpreuner agar bisa terlatih, terampil, kreatif dan inovatif agar bisa menyaingi produk China. Pemerintah dapat membuat pelatihan bagi masyarakat tersebut yang bisa diadakan melalui tiap kelurahan. Tenaga yang melatih mereka tidak perlu orang-orang hebat, cukup para pangusaha sukses didaerah tersebut yang dapat dibantu oleh anggota-anggota LSM atau mahasiswa setempat. Karena berjiwa sosial tidak hanya bergerak ketika ada bencana bukan ?. Membangun peradaban yang berbudaya seperti ini bukanlah perkara mudah dan perlu tujuan utama yang harus ditanam dalam benak semua masyarakat yaitu mendapat Ridha Allah SWT.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar